Semangkuk mie instan, lengkap dengan telur dan juga sayuran
Beberapa kali baca linimasa FB, ada beberapa emak yang membuat status nikmatnya menyantap mie instan kala anak-anak sudah tidur. Menyantap mie instan kala sedang sendirian, dan jangan ada yang coba-coba meminta untuk nyicip, kalau nggak ingin kena lemparan sendok. Dan, status seperti ini pun di aminkan oleh beberapa emak yang lain.
Bagaimana dengan saya? Saya termasuk golongan ini. Kala anak-anak sudah tidur, mulai deh nguplek di dapur, dan tak lama kemudian semangkuk mie lengkap dengan telur dan sayuran pun tersaji. Menyantap dengan tenang dan pelan-pelan, menikmati setiap helai mie dan setiap tetes kuahnya sampai habis.
Kebiasaan saya ini berkebalikan dengan suami. Kala sedang ngumpul di ruang keluarga, suami sering tiba-tiba beranjak ke dapur. Klontang klonteng dan tak lama kemudian balik lagi membawa dua mangkuk mie lengkap dengan telur ditambah empat pasang sendok dan garpu. Menawarkan pada saya dan anak-anak untuk makan bersama. Sama-sama menikmati mie instan.
Selesai makan, muncullah pujian dari anak-anak. “Masakan papa paling enak.”
Usai makan, mulai deh suami kasih pelajaran buat anak-anak tentang pentingnya berbagi. Bahwa makan bersama itu lebih nikmat dibanding makan sendiri. Makan semangkuk berdua itu lebih asyik dibanding makan pakai mangkuk sendiri-sendiri. Artinya dengan berbagi makanan, acara makan kita jadi lebih nikmat, orang lain yang dikasih juga senang.
Saya yakin mengajak anak makan bersama, dari piring yang sama akan makin mengasah kepekaan anak untuk berbagi. Sedikit rebutan, pasti ada. Justru disini mereka bisa belajar bertenggang rasa. Si kakak suka ayam goreng, jadi si adik nggak boleh langsung ambil sepotong dan dihabiskan sendiri. Sepotong ayam goreng itu harus dibagi berdua. Pengalaman ini akan terekam sampai mereka dewasa kelak.
Nah, pengalaman masa kecil ini jugalah yang membedakan bagaimana saya dan suami memperlakukan semangkuk mie. Saya, sedari kecil tak biasa makan bersama dengan orang tua dan saudara-saudara saya. Bahkan makanan untuk Bapak dipisahkan, tak anak-anak yang boleh mengambil bagian ini. Bagian masakan yang terbaik tentu saja. Kalau ingin bagian terbaik ini, ya harus tunggu Bapak selesai makan. Kalau masih ada sisa, ya untung. Kalau tak bersisa, ya salam. Cuma bisa gigit jari.
Di keluarga suami beda. Mereka biasa makan bersama, sambil ngobrol dan anak-anak bercerita kegiatannya. Orang tua mengomentari sambil memberikan pelajaran tentang kehidupan. Nah pengalaman ini sangat membekas, yang akhirnya ditularkan juga dalam keluarga kami. Tak cuma mie instan, setiap kali mau makan, suami pasti menawari saya dan anak-anak untuk makan bersama. Dan saya melihat, anak-anak sangat menikmati kegiatan makan bersama ini.
Dan saya yang iri, kenapa masa kecil saya dulu tak seperti mereka kini?
Anak-anak akan merekam semua yang orang tua lakukan.
Beruntung punya suami yang datang dari keluarga yang saling care.
Iya mbak, alhamdulillah suami juga terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga, bisa buat contoh bagi anak lelaki saya
Dan saya termasuk yang menikmati makan bersama ketika kecil…rasanya beda banget sama makan sendiri, bahkan kalau dulu terbiasa makan dari penggorengan bareng-bareng sebelum sekolah..sarapan nasi goreng gitu..hehe
Wah, nasi goreng baru matang dan masih di wajan, langsung disantap rame-rame ya mbak
Dulu, aktivitas makan harus di meja makan dan sebisa mungkin bersama orang tua dan adik-adik.
Kebiasaan yang bagus sekali ya mbak. Saya juga sedang berusaha membiasakan hal ini untuk keluarga saya.
Suamiku selali berubah wajahnya kalo makanan di mangkoknya diambil.. soalnya mesti sy habisin duluan heheh
hehehe… masakin lagi dong mbak
Saya sudah berusaha menanamkan nilai berbagi ke anak-anak, tapi buat Mas Aiman msh susah. Hrus dikeluarkan jurus andalan dlu hehe
Ayo mbak, keluarkan jurus rayuan mautmu
Aku sering makan ramai-ramai sama anak-anak. Kadang cuma berdua sama suami. kenikmatannya beda. Bisa cepet habisnya, hihi.
Makannya jadi tambah lahap juga ya mbak