“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya”. (QS Ali Imran : 145). Setiap hamba Allah akan meninggal dengan sepengetahuan dan atas izin Nya, tidak ada yang mampu menentukan kapan dan cara kematiannya sendiri. Sebab merupakan sebuah ketetapan yang hanya diketahui oleh Allah sebagai pencipta nya.

“Keluarga bapak Suroto!”

Perawat yang baru saja membuka pintu ruang ICU memanggil keluarga pasien.

Bapak Suroto, itu kan nama bapak. Saya, kakak pertama dan suami yang lokasi duduknya agak jauh dari pintu ruang ICU bergegas berlari. Sementara ibu saya yang saat itu sedang dekat dengan pintu ICU, karena baru saja dari toilet, melambai-lambaikan tangannya, menyuruh kami bergegas.

Sampai depan pintu ICU, saya segera melepas sandal dan masuk. Kaget, karena banyak sekali perawat dan juga dokter yang merubung ranjang yang ditempati oleh Bapak.

 

Baca juga Pengalaman Menunggu Pasien di Ruang ICU

 

Perawat menyambut kami, saya sudah tak begitu jelas apa saja yang diucapkannya, yang tertangkap jelas hanya kalimat terakhir “…apakah keluarga ikhlas?”

Airmata sudah membanjir, saya dan kakak pertama saling berpelukan. Suami mendekati Bapak, membisikkan syahadat.Sementara dokter dan perawat melepas selang-selang dari tubuh Bapak.

“Cepat telpon Agus (kakak ketiga)” Demikian kakak pertama saya yang segera tersadar bahwa kami belum lengkap. Bergegas saya keluar, menelpon kakak yang tadi pamit untuk cari makan siang, memberitahu kalau Bapak kritis dan menyuruhnya bergegas ke ruang ICU.

Usai menelpon kakak, saya kembali ke ruang ICU. Semua kabel di tubuh Bapak sudah di lepas. Masih ada nafas bapak putus-putus. Saya pun mendekatinya, membisiki istighfar dan juga syahadat.

Tak lama, kakak ketiga saya datang. Saya pun menyingkir dan memeluk ibu, yang berada di ujung ranjang. Baru saja saya memeluk ibu, tangis suami saya pecah, lumayan keras. Saya pun segera menoleh ke arah Bapak. Tak ada lagi nafasnya. Dokter menyatakan pukul 14.26, Sabtu 29 Juni, Bapak telah meninggal. Meninggalkan alam dunia, untuk berpindah menuju alam lain.

Kami pun lalu keluar ruang ICU, berpelukan, saling menguatkan. Mengambil tempat duduk, lalu saling menunduk. Para penunggu di luar ruang ICU memandangi kami. Ada yang datang lalu mengusap punggung Ibu, ada yang datang dan diam saja. Seolah mereka sudah tahu apa yang terjadi, tanpa kami mengungkapkannya.

Kami meminta Bapak sekalian di sucikan oleh pihak rumah sakit.

Rasanya lama sekali kami menunggu jenazah Bapak keluar dari ruang ICU. Kami tetap menunggu, sementara kakak pertama pulang terlebih dahulu, mempersiapkan segala sesuatunya di rumah.

Menjelang pukul 4, barulah jenazah Bapak keluar dari ruang ICU, menuju ruang pemulasaraan jenazah.

Rupanya tak sampai 5 menit sebelum Bapak, ada juga pasien di ruang ICU yang meninggal. Itulah yang menyebabkan jenazah Bapak lama keluar dari ruang ICU. Mungkin tenaga medisnya juga terbatas, sementara banyak pasien juga yang harus di urusi.

Sambil menunggu Bapak disucikan, saya membereskan administrasi di rumah sakit. Memang Bapak pakai BPJS, namun kemarin kami minta obat-obatan dan juga kamar serta pelayanan terbaik, sehingga ada tambahan biaya yang tidak dicover oleh BPJS.

Menjelang maghrib, barulah ambulance yang membawa jenazah Bapak meninggalkan rumah sakit. Saya dan ibu duduk di belakang, bersama jenazah Bapak, sementara kakak kedua duduk di depan, disamping pak sopir, sekaligus menjadi penunjuk jalan.

Suami, kakak ketiga dan kakak ipar kedua, masing-masing membawa mobil. Tak ada bunyi sirine, alhamdulillah jalan lancar. Tapi kami tak beriringan, karena ambulance lewat jalan belakang RS, sementara mobil umum lewat jalan depan dan beberapa kali harus melewati lampu merah.

Malam itu, jenazah Bapak di semayamkan di rumah. Pemakaman dilaksanakan hari Minggu, 30 Juni pukul 13.00.

4 dari 5 anak Bapak sudah ada di rumah. Tinggal menunggu si bungsu yang tinggal di Bogor. Adik bungsu saya ini pasti capek sekali. Hari jumat siang, dia baru saja meninggalkan Klaten menuju Bogor dengan naik bus. Sabtu pagi baru sampai bogor dan sabtu siang dapat kabar Bapak meninggal. Sabtu sore langsung balik lagi ke Klaten.

Alhamdulillah acara pemakaman berjalan lancar. Bapak kini telah tenang di alam sana. Tinggal kami, anak-anak dan istri, yang akan terus berjuang melanjutkan hidup.

 

Dalam setiap kejadian, ada hikmah yang bisa kita petik. Begitulah para alim dan bijak sering memberi nasihat. Pelajaran yang bisa saya ambil dari peristiwa kematian Bapak ini antara lain :

  1. Kematian itu entah kapan datangnya, tapi itu adalah hal yang pasti. Jadi harus dipersiapkan. Bapak sudah memesan kavling di pemakaman di kampung kami, dia minta dimakamkan berdampingan dengan makam kakaknya. Saya? Belum berpikir sampai sejauh itu
  2. Jika dalam hidup kita sering berbuat baik, saat meninggal akan ada banyak orang yang merasa kehilangan. Sampai 3 hari setelah Bapak meninggal, masih saja ada orang yang datang ke rumah menyampaikan bela sungkawa. Ibu saya bilang, “aku nggak tahu dia ini siapa” setiap kali ada tamu yang tak dikenalnya.
  3. Saat melayat, sebaiknya tak usah berlama-lama di rumah duka, karena keluarga yang sedang berduka, apalagi jika meninggalnya di rumah sakit, pasti juga lelah setelah berhari-hari di rumah sakit dan butuh istirahat. Saat ibu sudah masuk ke kamar, jika ada pelayat datang, maka kami, anak-anaknya, yang menemui tamu. Jika sang tamu menanyakan ibu, maka kami jawab bahwa ibu sedang beristirahat. Alhamdulillah mereka memahami kondisi ibu.
  4. Saat melayat, sebisa mungkin tahan diri untuk tak bertanya penyebab kematian, kecuali pihak keluarga memang berinisiatif untuk menceritakannya. Karena sesungguhnya, setiap kali ada yang bertanya, itu membuat kami kembali sedih dan akhirnya ada airmata yang kembali tertumpah.

Itulah beberapa pelajaran yang dapat saya ambil setelah kematian Bapak.

Baca yang ini juga

25 thoughts on “Kematian Bapak

  1. Innalillahi wainna ilaihi rojiun… turut berduka cita.
    Mbrebes mili bacanya, semoga bapak husnul khotimah ya mba.
    Aku jadi teringat kondisi ruang ICU tempat suamiku dirawat, tiap malam selalu ada yang meninggal, bikin jantungan

  2. Masya Allah, peluk erat untuk mbak sekeluarga, innalilahi wa Inna ilaihi Raji’un turut berduka cita ya mbak, insya Allah bapak suda tenang disisi Allah. Al Fatihah

  3. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Turut berduka cita, Mbak untuk Almarhum Bapak, Semoga diberikan tempat yang layak, luas, terang juga di sana. Insyaallah hunul Khotimah.
    Jadi inget akan kematian seperti sahabat terdekat manusia,

  4. SUngguh aku ingat ketika kematian mama aku. Semua juga berduka dan makin bersedih ketika ada yang bertanya apakah aku iklas 🙁

  5. Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun
    Semoga almarhum husnul khatimah ya mba
    Dejavu dg kejadian kepergian bapak sy belasan thn lalu
    Lahum al fatihah

  6. Innalillahi wa innailaihiroji’un. Semoga Alm. Bapak mba husnul khotimah, diterima seluruh amal ibadahnya dan diampuni segala dosanya. Saya turut berbelasungkawa, Mbak.

  7. Innalillahi wa innailaihi roojiuun
    Yang tabah yaa buat ibu dan mbak sekeluarga
    Bapak saya sudah meninggal juga namun saya enggak ngerti gimana prosesnya. Baca ini jadi membayangkan gimana ibu saya dulu.

  8. Turut berduka ya Mbak. Namanya kehilangan pasti sedih, tapi kudu sewajarnya saja. Aku juga belajar untuk jaga mulut, gak nanya ini itu saat ta’ziah kaya gini

  9. Innalillahiwainnailaihirojiuun, semoga almarhum ayahnya perolwh tempat mulia di sisi Allah ya Mbak. Ikhlas keluarga yang ditinggalkan.

  10. Jelang 9 tahun alm. Bapak saya meninggal. Tapi kenangan saat Bapak sakartul maut masih membekas. Sebegitu mudahnya Bapak berpulang dengan napas yang pelan pelan menghilang.
    Al Fatihah untuk bapak kita…

  11. Mba, aku juga punya pengalaman nungguin bapak jelang meninggalnya. Segala rasa muncul di hati. Ada penyesalan yang bergantian dengan rasa sedih tak terkira karena ditinggal pergi oleh orang tercinta.

  12. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Turut berduka cita, Mbak, semoga Allah berikan tempat terbaik untuk Bapak ya, semoga Mbk sekeluarga diberi kekuatan dalam kesabaran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *