Dari tanggal 26 Mei sampai 2 Juni, saya ada kegiatan di Jakarta. Lokasinya di daerah Mangga dua. Bagi yang di Jakarta dan mau ketemu, silakan merapat ke sini hehehe….. (*Sok selebritis)
Hari libur juga ketabrak sama kegiatan. Rugi liburan tiga hari. Sabtu, minggu dan tanggal merah di hari selasa. Padahal jauh-jauh hari, babang dan dedek dah menandai tanggal 2 kami mau mancing lagi ke bendungan, lebih tepatnya sih mandi di sungai. Maaf ya nak, mancingnya di tunda dulu.
Saat saya pamiti, babang nanya “Kok di setiap daerah itu ada kantor mama. Kemarin kan mama ke Kalimantan. Sekarang ke Jakarta”. (seminggu sebelumnya, saya baru pulang dari Tarakan. Waktu ke Tarakan juga nabrak sabtu minggu)
Kantor mama sih cuma satu Nak. Tapi bisa ditugaskan ke mana-mana.
Dan, jadilah saya disini sekarang, tepatnya di lantai 30 Hotel Best Western Mangga Dua. Kegiatan pagi-sore padat. Malamnya diisi tugas mandiri. Bisa dikerjakan di kamar, bisa juga di warung kopi. Bisa duduk manis di depan laptop di kamar, bisa juga jalan-jalan di seputaran hotel.
Apa hubungannya cerita di atas dengan judulnya?
Sabar. Itu baru pengantar. Sekarang kita masuk ke intinya.
Pelatihan yang saya ikuti, pesertanya di bagi menjadi 4 kelas, di masing-masing kelas dibagi lagi menjadi beberapa kelompok kecil. Di kelompok saya ada 8 orang, 3 ibu dan 5 bapak. Saat habis coffe break sore, pesertanya berkurang. Satu ibu menghilang. Tidak kembali sampai acara di akhiri jam 17.30.
Bertanyalah saya pada teman satu kelompok, yang kebetulan satu instansi dengan ibu itu. Kata teman saya, ibu itu mengundurkan diri. Balik ke Bandung. Karena anaknya sedang mengikuti UKK (Ujian kenaikan kelas) dan beliau ini harus menemani anaknya belajar.
Langsung deh saya teringat dengan janji pada babang, untuk jalan-jalan ke bendungan pada tanggal 2. Yang terpaksa dibatalkan karena tanggal 2 itu saya masih dalam perjalanan pulang. Jadi, apakah saya harus cabut meninggalkan acara pada tanggal 1?
Dilema… dilema ibu bekerja.
Hahaha…. nggak juga sih.
Semalam dah diskusi dengan suami, dan hasilnya janji pada babang tetap di tepati dan berjalan sesuai harapan. Anak-anak dan suami tetap akan pergi mancing pada tanggal 2 besok. Tanpa saya tentunya.
Bersyukur punya suami yang tetap bisa mengasuh anak-anak tanpa kehadiran saya. Tanpa kehadiran ART. Bersyukur banget anak-anak sejak dari kecil bisa dekat secara fisik dan psikis dengan bapaknya. Hal demikian membuat saya sering merasa terharu.
Catatan : Saya selalu berusaha menahan air mata menitik setiap kali melihat seorang anak berakrab-akrab dengan bapaknya. Karena sampai sekarang saya ini merasa jauh dengan bapak. Pulang ke Klaten pun tak pernah kami ngobrol. Kalau ada hal yang ingin disampaikan oleh bapak, selalu melalui ibu. Bapak tak pernah menyampaikan secara langsung pada saya. Sebuah rantai gajah yang sampai sekarang belum bisa saya putus.
Stop curhatnya!
Ok, lanjut lagi ke soal si ibu tadi. Saya belum mengenal ibu itu, baru ketemu disini. Cuma tahu nama dan asal instansinya. Tidak tahu bagaimana latar belakang keluarganya. Cuma satu kata untuk beliau. SALUT.
Beliau sudah mendapatkan tugas dari atasan. Beliau datang ke Jakarta dengan ongkos sendiri, dan pastinya tak akan diganti karena beliau mengundurkan diri. Beliau mengambil resiko untuk dimarahi atasan demi anaknya.
Itulah panggilan jiwa seorang ibu.