Resto Inggil merupakan salah satu resto yang cukup terkenal di Malang. Yang paling menarik dari Resto Inggil adalah membuat suasana tempat makan seperti museum. Banyak sekali benda-benda bersejarah di pajang di dinding area makannya. Selain tentu saja dilengkapi dengan aneka hidangan yang rasanya lezat.
Saya baru sekali makan di resto Inggil yang terletak di belakang balaikota Malang, tepatnya di Jalan Gajah Mada no. 4, Malang. Itupun beramai-ramai dengan teman kantor saat acara perpisahan dengan salah satu Mahasiswa asal Jerman yang magang di kantor saya.
Saat itu, saya yang belum lama tinggal di Malang sangat terpesona dengan interior di resto Inggil. Banyak banget ornamen dinding yang menarik untuk latar belakang berfoto. Jaman itu hp saya masih Nokia seri sekian yang nggak ada kameranya. Jadi ya cuma merekam dalam ingatan saja.
Saya pun masih ingat, saat kami makan diiringi dengan alunan gending Jawa. Selesai makan ada live music juga. Saat saya ke sana, banyak tamu bule yang juga sedang menikmati makan malam. Karena itulah saat itu saya berpikiran ini adalah resto untuk kelas atas.
Pandemi 2020 melanda. Sektor pariwisata pun terkena dampaknya. Resto Inggil pun demikian. Sepi pengunjung, lalu akhirnya di tutup secara permanen.
Perjuangan Mencari Ikan Bakar Sampai Daerah Tumpang
Saya bilang menemukan, karena memang nggak sengaja ke sini, karena niat awalnya bukan ingin makan di Restto Inggil dan nggak tahu kalau Resto Inggil buka lagi. Tapi bukanya bukan di tempat semula yaitu belakang balaikota, melainkan bergeser jauh ke arah timur kota malang. Tepatnya di kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Lokasinya dekat dengan areal pertanian, kanan kirinya terbentang sawah yang luas.
Siang itu saya dan teman-teman kantor berencana untuk makan di luar, pengen makan ikan bakar. Kami pun menuju ke salah satu warung makan yang ada dipemancingannya. Pas sampai sana, ternyata warungnya tutup. Kalau melihat dari bangunannya yang kotor serta rumput yang lumayan tinggi di area parkirnya, dipastikan tutup permanen dan sudah lama. Mungkin efek pandemi juga.
Karena udah niat pengen makan ikan bakar, kami pun nggak mau balik kanan. Nggak mau juga lalu masuk ke warung lain.
Kembali melajukan mobil ke arah timur, menuju warung makan ke dua yang ada pemancingannya juga. Ternyata tutup juga.
Rombongan di mobil yang saya tumpangi udah mau nyerah, ganti menu aja lah. Tapi rombongan mobil satunya, yang posisinya di depan kami terus saja melaju. Mobil yang saya tumpangi pun mengikuti saja, sambil nebak-nebak mau masuk ke warung mana mereka.
Ternyata tebakan kami semua salah. Mobil yang kami ikuti nggak masuk ke parkiran warung yang kami lewati sepanjang jalan raya utama, malah berbelok masuk ke gang yang lebih kecil. Diujung masuk gang, saya membaca tulisan “pemancingan Do laris”. Oh jadi mau makan di pemancingan ini, pikir saya.
Mendekati pemancingan, mobil di depan saya melambat. Akhirnya ketemu juga ikan bakar.
Eh tapi kok nggak berhenti. Terus jalan aja, mobil saya pun mengikuti tetap jalan. Ternyata Do Laris pun tutup!
Tapi nggak jauh dari Do Laris, mobil berbelok, masuk ke area parkir yang luas. Akhirnya makan juga. Saat turun, saya baca papan nama Museum Panji.
Lha kok malah ke museum sih? Kita kan mau makan, bukan mau piknik.
Ternyata, di samping museum panji, ada resto Inggil. Jadi resto ini berada satu kompleks dengan museum Panji.
Sepi saat kami datang siang itu, padahal masih jam makan siang, tapi hanya ada satu mobil yang terparkir di depan resto. Area parkirnya luas juga. Kami pun lalu masuk ke restonya.
Suasana Resto Inggil
Pintu depan resto terbuat dari kayu dengan banyak ukiran. Menilik bentuknya, pintu ini usianya sudah tua. Kontras dengan kusen-kusen jendela yang nampak adalah kayu-kayu baru.
Memasuki Resto Inggil, saya menemukan seperangkat gamelan di sisi sebelah kanan. Area bagian depan ini dindingnya dari kaca, bukan dinding sih, tapi jendela kaca yang ukurannya tinggi, sehingga dari dalam ruangan bisa leluasa memandang ke luar.
Meja kursi kayu tua tertata rapi di beberapa bagian. Ada juga almari kayu, kayaknya sih terbuat dari kayu jati, dan umurnya juga sudah tua. Kain kelambu berwarna putih menggantung dari atap dan diikat ke tiang-tiang yang ada di ruangan ini.
Ini adalah ruang makan bagian depan resto. Kami dipersilakan untuk memilih tempat duduk di bagian depan ini atau di dalam atau di area outdoor. Di sebelah kiri terdapat tangga menuju tempat makan di area outdoor.
Kami pilih masuk ke dalam saja. Melewati gang yang sebelah kanan adalah mushola dan sebelah kiri adalah toilet, masuk ke ruang makan di bagian dalam yang lebih luas.
Meja dan kursi yang lebih modern tertata rapi di sini. Tak ada yang istimewa di sini. Keistimewaan baru ditemukan saat kita berbaik badan. Di dinding ruangan ada banyak hiasan dan juga keterangan yang bisa jadi sarana belajar sejarah Malang tempo dulu. Tapi ini masih di resto ya, bukan di museum.
Ada rak buku berisi buku-buku lama berkaitan dengan perkembangan Malang raya. Mesin tik kuno dan beberapa barang lain tersusun di rak di sisi kanan.
Kami nggak memilih duduk di bagian ini, melainkan terus aja berjalan dan duduk di hall resto yang tak ada dindingnya. Kebayang kan bisa makan ditemani angin semilir sepoi-sepoi.
Bagian ini yang paling luas. Rangka atap dari bambu, atapnya pun dari bambu yang dianyam dan disusun dengan rapi dan rapat sehingga air hujan tak bisa menembusnya. Terdapat lebih banyak tempat duduk disini. bangku dan kursi kayu sederhana. Di ujung hall terdapat bagian yang lebih tinggi, sepertinya memang di desain untuk jadi panggung.
Sambil menunggu pesanan, saya pun berkeliling. Jeprat jepret dan sesekali bertanya pada pekerja yang lewat.
Jadi resto Inggil yang di belakang Balaikota memang di tutup selamanya, dan resto yang di Tumpang ini belum lama berdiri. Bersebelahan dengan museum Panji yang memang dimiliki oleh orang yang sama dengan pemilik resto.
Di ruangan terbuka yang membatasi area resto dan museum, terdapat 2 patung penari topeng terbuat dari kayu. Di dinding ruangan berjajar wayang kulit.
Ada tempat makan di area outdoor juga, di tanggul sungai. Jadi ada sungai di samping resto ini yang airnya jernih. Asyik juga makan ditemani gemericik suara air sungai.
Di depan resto juga ada kolam renang yang nampak bersih lingkungannya dan bersih juga airnya walau berada di area terbuka. Asyik juga kayaknya datang ke sini agak pagi, berenang lalu diakhiri makan diang di restonya. Dibelakang resto ada dam irigasi.
Gimana Menu Makannya?
Jadi akhirnya kami memang makan ikan juga, pesan gurame bakar dan gurame asam manis. Tambah satu ekor ayam bakar. Oh iya, kami ada 7 orang ke sini. Saat kami tanya seberapa besar gurami nya, pramusajinya mengatakan ukuran 500 gr per ekornya.
Pesan tempe goreng, ternyata tempenya habis. Yang ada cuma tahu, ya udah tahu goreng saja.
Pesan cah kangkung, ternyata kangkungnya juga habis. Jadinya ganti cah sawi saja. Padahal baru jam 12 lewat dikit lho, kok udah nggak ada tempe dan kangkung, jangan-jangan emang belum belanja pagi ini tadi. Padahal di dekat situ adalah areal perkebunan sayur, ada kangkung, bayam, sawi dan aneka sayuran lain. Tapi ya sudahlah, tak ada tempe, tahupun jadi. Tak ada kangkung, masih ada sawi.
Di buku menu tertulis aneka macam jus buah. Tapi yang tersedia saat itu hanya jus jeruk saja, jeruk peras. Ok lah, beberapa pesan jeruk hangat, ada juga yang pesan teh hangat. Satu orang memesan es kelapa muda. Kirain bakal disuguhkan kelapa muda utuh, ternyata kelapa muda dengan sirup cocopandan.
Lamaaaa pesanan kami baru siap. Padahal saat itu cuma ada sepasang suami istri aja pengunjung restonya selain rombongan kami.
Nunggunya lama, makannya sekejab. Saking udah kelamaan nunggu pesanan, dan begitu datang langsung disambut dengan antusias, saya nggak ada kesempatan untuk memotret makanannya.
Kami pun makan dengan lahap, laper euy! Sudah jam satu lewat sekian menit. Memang lapar adalah lauk yang paling lezat.
So, gimana rasa makanan di resto Inggil ini? Kami bertujuh sepakat, rasanya B aja. Menang suasana aja makan di sini. Gurami bakarnya tuh di goreng garing dulu baru dibakar. Jadi pas disajikan sirip dan ekornya masih kemriuk kalau di gigit, ini bagian yang saya suka kalau makan gurami goreng.
Tapi karena udah digoreng garing terus baru di bakar, bumbu bakarnya jadi kurang meresap dan daging ikannya nggak empuk dan lembut lagi.
Soal harga, murah atau mahal itu relatif ya. Untuk gurami goreng 75 ribu per ekor. Kalau di bakar atau asam manis, harganya lebih mahal lagi. Ayam bakar 70 ribu per ekor. Untuk jeruk dan teh hangat 5 ribu saja. Cah sawi 15 ribu dan satu porsi tuh isinya dikit banget.
Apakah kami akan kembali makan di sini suatu saat nanti?
Teman-teman saya menggeleng. Selain jauh dari kantor, kurang lebih 20 km, juga rasa menunya kurang sesuai dengan selera.
Saya sendiri pengen suatu saat ke sini lagi. Bukan untuk makan di resto inggil, tapi ingin masuk ke dalam museum Panji. Bagi Anda yang pengen ke sini, alamatnya ada di Jl. Raya Bangilan, Bangilan, Pandanajeng, Kec. Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kalau dari kota Malang, nggak ada angkutan umum ke sini, jadi enak kalau bawa kendaraan sendiri. Atau naik taksi online juga bisa.
Dah lamaaa pengin ke sini tapiii kata temenku, ratenya mahalll
jadinya batal deh cuss ke resto Inggil.
Bismillah, pan kapan moga ada rezeki bisa ke sini ama kluarga
Seneng banget mak kalo gak sengaja dapet tempat seru kayak gini.. Tempatnya luas ya.. Apalagi unik dan bersejarah pula.. Wajib banget dikunjungi lagi kalo aku sih ini…
unik banget yaa mak suasana restonya… homey. Kalau ngajak anak bisa sekalian ngenalin kearifan lokal pula.
aku suka makan di tempat nuansa tradisional gini… berasa terlempar ke suatu masa. pasti bikin betah nih apalagi sambil belajar sejarah
Mba ini nuansanya lebih ke Yogyakarta atau Jawa Tengah sih ya mbaa… lengkap sama Gamelannya. jd Malang rasa Jogja ya suasananya.
Aku membayangkan di saat perut lapar, tapi resto pada tutup. Sekalinya nemu, menu banyak yang kosong dan makanan lama datangnya. Duh, gak nahan perut keroncongan pasti.
ampun mba, aku suka deh model kulineran di resto atau tempat makan yang desain interiornya seperti ini
Padahal unik konsep resto Inggil ini apalagi ada Museum Panji. Makin mantap kalau gamelannya ditabuh. Mungkin emang habis keramaian kali, Mbak. Jadi makanannya pada habis. Positif thinking banget, hahaha
Aku suka dengan desain eksteriornya mbak, yang tampak depan itu. Kental dengan nuansa tradisional Jawa, sebagian dalamnya juga. Nah kalau pilih tempat makan, aku suka yang semi outdoor itu, yang dekat ama sungai. Berasa adem dan tenang banget liatnya.
Hehe aku pun kurang suka ikan bakar yang digoreng garing terlebih dulu. Maunya saat masih mentah langsung dibakar aja, sambil dibalur bumbu. Jadi daging ikannya matang meresap bersama bumbu. Dan tetep empuk
Baru tau ada resto inggil ini padahal suami orang malang. Terus, jadi kepo dong, sebenarnya bapak panji ini siapa?
Terjawab lah kenapa resto nya sepi ya. Tapi suasananya lumayan asyik ya mbak. Sempat eksplor museum panji nya ga? Itu museum koleksi pribadi atau gimana?
Aku suka banget olahan ikan gurami asam manis dengan sambal yang masih segar gitu kak…
Semoga kapan-kapan bisa nyobain menu itu…. hhmm udah kebayang enaknya…
Makasih udah sharing kak…
Wah, jadi pengen bisa mampir ke restoran ini saat ke Malang
Oke aku catat dulu
Semoga next pas ke Malang bisa makan sekaligus wisata sejarah di Resto Inggil
Dari kesana-sini tutup akhirnya rezeki di resto yang menakjubkan..
Penyajian ikan gurame ya bikin ngiler itu, penuh warna.
Selalu unik kisahnya kak Nanik dalam pencarian sesuatu.. hemm kapan ya kita bertemu, eh 😂
Favorite banget ke tempat-tempat yang interiornya vintage gitu… Apalagi ada suguhan musik tradisionalnya. Terus menunya menu jadoel… Woaah… Bisa seharian deh! Betah pokoknya…
Jadi ingat bahasa Jawa dengan kromo inggil, hehehee… Sayang banget ya kalau di restonya tidak dimaintain dengan baik, minimal bahan baku yang gampang-gampang tuh ada. Kalau belum lewat jam makan siang tapi apa-apa sudah habis jadi sayang banget. Apalagi rasanya juga biasa saja ya mak.
duh, resto yang bikin betah
harus ke sini nih kalo ke Malang
bukan hanya untuk kulinernya tapi juga ambience nya yang cozy
Kalau lihat penampakan view-view foto Resto Inggil di atas, rasanya tidak berlebihan juga jika ekspektasi tinggi.
Aku pun sepertinya begitu deh.
Tapi,
Lagi-lagi rasa masakan itu relatif juga sih ya.
Kurang nikmat bagi orang lain, belum tentu juga di lidah kita.
Begitu pula sebaliknya.
Paling sebel kalo makan cuma bagus tempat tapi rasanya terjun payung ya mbak
Padahal kan bisa saja kolaborasi dengan penduduk setempat
Mendapati tempat yang nyamna untuk makan memang menyenangkan, tapi kalo masakan gak sesuai ekspektsi ya kadamg males kembali .
Ini di malang jawa timur tapi nuansanya rumah jawa tengah ya maak…ada wayang2 kek rumah joglo…tapi asik sihh yaa apalagi kelihatan sejuk tempatnya.
Hai mak,
Terkadang restoran itu dengan banyak menu ada beberapa yang tidak enak. Aku juga pernah nilai B untuk restaurant baru. Tapi menarik ya suasana restaurantnya klasik & sarat dengan sejarah. Itu yang menjadi daya tarik Resto Inggil ya mak
Masya Allah unik sekali mba restonya.. mengangkat sejarah dan kebudayaan yaa..
Waduuh, sayang sekali, suasana resto yang udah keren banget gini kurang didukung kelengkapan menu dan rasanya (yah, meski memang soal rasa sih sibyektif ya…apalagi kalau udah laperr bangeeet, mau rasa C aja pun tetap bakalan lancar masuk ke perut hehehe).
Mungkin sepi juga karena letaknya jauh dan belum lama buka itu ya…jadi masih perlu sosialisasi lagi, plus peningkatan layanan resto.
Patut diacungi jempol nih.. kak Naniek mengulasnya dengan jujur sehingga bisa menjadi pertimbangan ketika akan makan di resto Inggil. Ada kelebihan pasti tak luput dari kekurangan. Overall untuk vibesnya oke banget yaa.. Berasa mampir kerumah nenek
ya Allah ngga nyangka resto Inggil tuh letaknya di belakang Balkot. Itu balkot dan depannya tempat aku jalan kalau lagi suntuk kuliah haha. Dan belum pernah sama sekali kesini, secara dari luar dulu aku pikir ini tempat mahal gitu. Lihat menu gurame asam manisnya menggoda banget ditambah lokasinya yang sangat tradisional dan adem
Kalo untuk harga menu relatif sama dengan menu serupa di Semarang.
Resto ini dekat dengan tempat wisata atau resort Lembah Tumpang gak sih, mbak? Pengen juga mampir kalo lokasinya berdekatan
Saya bisa membayangkan ikan dah digoreng dibakar. Hmm.. Utk gigi orangtua usia 70an kayaknya ga sanggup gigit ya, Mba.. Xixixi
Tapi harga 1 ekor 70rb itu utk ukuran Jabodetabek, murah, Mba. Ga tau kalau ukuran Malang ya.. Duh jadi mau gurame goreng deh..
waduh kenapa ya restonya pada tutup sampai ketemu resto inggil.
ini resto rasa museum, nunggu penyajian makanan yang lama sambil lihat-lihat hiasan di sana.
sayangnya rasa B aja yah. Mungkin karena sepi pengunjung jadi enggak stok bahan-bahan masakan yang banyak sampai tempe dan kangkung aja kosong.
Perjuangan mencari ikan bakar memang tidak mudah dan rasanya tidak sesuai selera.biarpun begitu yang penting kebersamaan sama teman kantor tejaga
MashaAllah tempatnya etnik dan unik banget ya Mbak. Terkesan dengan gambaran wayang yang dipasang di tangga itu. Ini yang punya pasti nyeni dan nyentrik orangnya. Dekorasinya sangat berbeda dan menarik perhatian. Dan sepertinya memang dibuat se-konsep dengan museum ya Mbak. Tampilan visual yang istagenic. Kalau saya di sana, pasti dah motret berjam-jam, sepuas mungkin.
Lauk yg paling lezat itu apa? yak benar, rasa lapar hahahahhaa
Aiiih jadi pengen berkunjung ke resto inggil mba, tp kok ya jauh sekali hahaa, tp kalau dilihat2 dari ornamen sama aksesoris yg ada, emang penuh dg filosofi dan nilai sejarah ya mba.
Aku auto kaget pasti lihat dua orang patung topeng itu klo ke sana 😀
Aku pernah makan di resto inggil juga, pas abis ngetrip ke malang dan naik gunung semeru. Seru banget makan di sana. Berasa lagi makan di rumah nenek. Bisa milih kursi juga, mau lesehan atau yang ada kursinya.
Menang suasananya ya Mba..
Saya nunggu cerita masuk ke Museum Pandji, Mba, apakah sambil menunggu pesanan siap bisa ditinggal main ke Museum Pandji?
Lihat dari fotonya, saya suka suasananya, semoga ada kesempatan mampir kalau pas ke Malang…
Makan di Resto Inggil dengan menu seafood yang menjadi pilihan akan menyenangkan sekali bila bersama rekan kerja, sahabat atau keluarga. Suasananya enak, tenang..
Kalau sendiri, rasanya kriiik kriikk banget huhuh..
guramenya menggoda selera banget, Mba.
Senang yaa bisa berkunjung ke restoran kayak gini, gak cuman bikin kenyang tapi juga bisa sekaligus belajar sejarah
Masha Allah, membaca ulasan serta gambar2 karya seni masa lalu yang kakak tulis di atas sangat membuat saya bangga akan kekayaan budaya bangsa kita.
Keren sih menurut saya memasukkan unsur sejarah dalam bisnis makanan (resto) seperti ini, sehingga selain perut kenyang, juga ada nilai edukasi bagi para pengunjung/tamu.
Makasih artikelnya. keren…
bagus banget tempat makannya udah kayak museum banyak sekali printilan interior yang unik dan bernilai sejarah. sepertinya bakalan seru kalau kesini rame-rame
Saya bayanginnya bisa berlama-lama di resto+museum itu. Makan di resto, lalu berkeliling ke museum, lalu balik lagi ke resto buat minum. Hehe.
Tapi ternyata tampak kurang memuaskan ya restonya. Banyak menu yang gak ready, dan yang ada rasanya B aja. Hehe.