Tanpa ART, Hidupku Tetap OK

Memasuki minggu ketiga tanpa kehadiran ART di rumah. Yup, terhitung sejak tanggal 21 April 2014, keluarga kecil saya tak lagi menggunakan jasa ART. Eh, baru sadar kalau ternyata bertepatan dengan hari kartini. Dengan berbagai pertimbangan, kami memberhentikan ART yang sudah membantu kami selama sekitar dua tahun dalam mengasuh anak-anak dan membereskan pekerjaan rumah. Alasan utama pemberhentian itu adalah, anak-anak sudah beranjak besar, babang september nanti sudah genap 5 tahun sementara dd agustus nanti genap 4 tahun. Anak-anak sudah bisa diarahkan, tidak terlalu repot lagi mengasuh mereka. Sudah saatnya pula anak-anak diajari untuk lebih mandiri, dengan ketiadaan si mbak, kami berharap, pelan-pelan anak-anak bisa belajar untuk mandiri.

Jadi, dengan siapa anak-anak kalau saya tinggal kerja? Dengan papanya, alias pak suami. Beruntunglah saya memiliki suami yang cakap mengurus rumah dan juga anak-anak, jadi saya juga tenang meninggalkan mereka di rumah.

Dua tahun menggunakan ART, dan kini kembali tanpa ART, tentunya ada beberapa perubahan rutinitas didalam rumah. Beberapa perubahan itu antara lain

  1. Ada perabot baru di rumah, bernama MESIN CUCI. Selama ini, kami memang tak menggunakan mesin cuci, masih manual pakai tangan. Senin-Jumat, ART yang mencuci pakaian kami. Sabtu-Minggu, giliran saya yang mencuci. Nah, berhubung tak ada lagi ART, maka suami memutuskan untuk membeli mesin cuci saja, demi memudahkan pekerjaan kami. Seumur-umur saya belum pernah pakai mesin cuci, jadi pas pertama perabot itu sampai di rumah, saya ditraining dulu oleh suami bagaimana cara mengoperasikannya. Jadi, urusan cuci mencuci beres sudah.
  2. Pekerjaan berat kedua adalah setrika. Sejauh ini bisa diatasi. Dua hari sekali, saya bangun lebih awal, sekitar jam 3 an pagi, dan mengawali hari dengan menyetrika. Dilanjutkan dengan memasak. Dari semula, setiap hari juga saya yang memasak, jadi nggak ada masalah walau tak ada ART.
  3. Soal bersih-bersih rumah. Anak-anak sudah bisa merapikan mainan, sudah bisa bantu-bantu menyapu dan mengepel, walau tetap sambil main-main. Jadi, urusan bersih-bersih rumah, dibereskan oleh suami plus anak-anak.
  4. Memandikan anak-anak. Kalau pas anak-anak bangunnya pagi, sebelum jam 6, maka saya masih sempat memandikan mereka. Dengan catatan mereka mau diajak mandi pagi-pagi. Kalau bangunnya agak siangan, atau mereka masih malas mandi pagi, ya berarti suami yang memandikan mereka. Memandikan disini artinya menyabuni bagian tubuh yang tidak terjangkau oleh tangan mereka, mengingatkan untuk gosok gigi, mengambilkan shampo jika mereka keramas. Karena anak-anak juga sudah bisa mandi  dan gosok gigi sendiri.
  5. Hari sabtu dan minggu adalah waktunya suami keluar rumah, mengurus pekerjaannya. Dalam kondisi terpaksa, misal suami harus keluar rumah di hari kerja, saat saya ngantor, maka anak-anak diajak serta oleh suami. Biar tahu juga, lika liku pekerjaan papanya sejak kecil.

Itulah beberapa perubahan strategi kami berdua dalam mengelola rumah sejak tak menggunakan ART lagi. Alhamdulillah, anak-anak juga bisa dengan cepat menyesuaikan diri. Mereka suka membantu menjemur pakaian di pagi hari, mengangkat jemuran di sore hari. Tentu saja sebelumnya sudah kami beri pengertian ke mereka, bahwa mbak Ju sudah tidak bekerja lagi, sudah tidak ada lagi yang membantu di rumah, jadi apa yang bisa dikerjakan sendiri oleh anak-anak, harus mereka sendiri yang mengerjakan, tentunya masih dengan pengawasan kami.

Masih ada beberapa hal lagi yang perlu kami pikirkan

  • Jika saya harus dinas luar sementara suami juga harus mengurus pekerjaannya. Rencananya, kami mau survey tempat penitipan anak yang mau terima dititipi anak secara insidental. Sampai sekarang belum nemu. Selama belum menemukan, maka saya memilih untuk menolak dulu kalau ada tawaran dinas luar.
  • Jika kami pengen mudik, siapa yang bakal mengurus piaraan kami? Kami sedang menekuni usaha ternak ayam bangkok. Alhamdulillah dari sepasang ayam bangkok indukan, kini sudah beranak pinak sebanyak tiga generasi. Kini ada sekitar 40 ayam yang kami miliki. Selama ini, jika ditinggal mudik nengok ortu, maka ART saya yang tiap hari ke rumah, memberi makan ayam-ayam itu. Padahal akhir mei, yang banyak tanggal merah itu, pengen berlibur nengok ortu ke klaten. Sampai sekarang belum nemu solusi, siapa kira-kira yang bisa dipercaya untuk ngasih makan ayam-ayam kami jika ditinggal.

Duo jagoan dari generasi pertama, menetas dua hari menjelang idul adha tahun kemarin

Tiga minggu mengurus rumah, ada kepuasan tersendiri yang saya rasakan kala pekerjaan rumah beres. Kepuasan tersendiri karena kami mampu, meski tanpa ART. Dan mendadak, kok ada keinginan untuk jadi full mom. Mendadak ada keinginan untuk berhenti bekerja, dan jadi ibu rumah tangga.

Baca yang ini juga

22 thoughts on “Tanpa ART, Hidupku Tetap OK

    1. Asal dinikmati dan dikerjakan dengan ikhlas, nggak terasa capeknya kok. Apalagi klo suami mau mijitin 🙂

  1. kalau semua dijalani dengan senang,
    semua terasa enteng, walau kerjaan banyak,
    untuk ayam-ayamnya, minta tolong tetangga yang ‘agak kurang’ tapi bisa dipercaya,
    tentu dengan kompensasi yang sesuai 🙂

  2. Idem dengan diriku mak..dari awal punya anak pertama (si sulung 10 th) hingga anak ke-2 (2 th) tetap enjoy aja without PRT 🙂 Slm sukses selalu 🙂

  3. cemungud ya mak…sy jg tak pake ART…tp mmg ibu RT sejati sih..hehehe….apa kata org baru punya 1 anak n rmh ukuran standar pake ART pula…mending kerjakan sendiri n gaji tuk ART buat ditabung hehehe

    1. hehehee setuju, duit buat ART bisa dialokasikan buat yang lain.
      Itung-itung sambil olahraga ya mak, beberes rumah

    1. eh, ayam jagonya jam 2 udah kluruk, itu alarm alami yang tiap hari bisa bikin bangun pagi 🙂

  4. Mbak, selamat buat terobosan barunya…hehe, kalau ngasih makan ayam, minta tolong tetangga saja mungkin mbak, pulangnya dibawain oleh-oleh dari Klaten 😉

    1. hehehe alhamdulillah selangkah lebih maju
      kayaknya bakal minta tolong pak satpam yang sehari-hari njaga di kompleks aja. khawatir tetangga juga sudah mengagendakan untuk berlibur keluar kota, maklumlah tetangga juga banyak yang orang perantauan

  5. hehehe, baca tulisan ini aku senyum2 ingat pengalaman pribadi. Awalnya shock dan sulit sekali hidup tanpa ART, bekerja di luar rumah dan punya dua anak yg masih dibawah sepuluh tahun umurnya. tapi alhamdulillah, tahun ini masuk tahun kelima kami tanpa ART, alhamdulillah semua baik2 saja. dengan berbagi tanggungjawab dan gotong royong semua teratasi. Alhamdulillah. Tnpa ART?? siapa takut xixixi

  6. hehehe, baca tulisan ini aku senyum2 ingat pengalaman pribadi. Awalnya shock dan sulit sekali hidup tanpa ART, bekerja di luar rumah dan punya dua anak yg masih dibawah sepuluh tahun umurnya. tapi alhamdulillah, tahun ini masuk tahun kelima kami tanpa ART, alhamdulillah semua baik2 saja. dengan berbagi tanggungjawab dan gotong royong semua teratasi. Alhamdulillah. Tnpa ART?? siapa takut xixixi. *aku ulang komennya, td pake akun yang gak aktif

    1. 🙂 makasih pengulangannya
      iya, kadang suka malu juga kalau ingat jaman ortu kita dulu, anaknya banyak dan nggak pakai ART, tapi tetap bisa. Masa kita yang anaknya cuma dua nggak bisa?

  7. Tetap salah satu harus dirumah ya mak. Saya masih pakai tukang cuci + setrika, karena saya gak kuat, anak2 sudah besar2, bajunyapun gede2 & banyak. Anak2 sendiri gak bisa krn kegiatan sekolahnya banyak, smp sore, jadi capek. Selebihnya bersihin sendiri 😀

    1. iya, tetap harus ada salah satu yang di rumah. kemarin kepikiran juga sih, gimana kalau ART itu tetap kerja, seminggu 3 kali gitu buat setrika aja. Itung-itung membantu dia yang secara ekonomi kurang. Tapi setelah dicermati lagi, cucian tiap hari juga cuma dikit, jadi ya setrikaan juga bisa diatasi sendiri. jadilah bener2 berhenti 100% itu ART nya

Leave a Reply

Your email address will not be published.

%d bloggers like this: