Sebelum berangkat ke Tarakan, teman-teman serombongan saya dapat pesanan untuk bawa oleh-oleh batu akik saat pulang nanti. Saya yang kebagian dapat ceritanya jadi heran, bukannya di malang juga banyak batu akik, kenapa mesti bawa jauh-jauh dari Tarakan. Memang beda ya batunya?
Saat di Tarakan, ada kesempatan keluar jalan-jalan saat malam. Maka salah satu tujuannya adalah pasar batu akik. Saya sih ngikut rombongan bapak-bapak aja, sebagai penggembira, nggak ada niat untuk beli.
Pasar batu akik ini adanya memang cuma di malam hari. Tepatnya di jalan Yos Sudarso, kota Tarakan. Bertempat di pelataran kawasan pertokoan yang ada disitu. Jadi, sore saat toko tutup, para pedagang pun berdatangan menggelar dagangannya.
Menurut pemandu kami, yang terkenal dari Tarakan itu nama batu akiknya adalah Red Borneo. Bebatuan yang dijual dipasar ini pun bukan asli dari Tarakan. Sebagian besar berasal dari Samarinda.
Ada aneka macam yang dijual di pasar ini. Batu-batu yang masih berupa bongkahan maupun yang sudah dibentuk. Berbagai macam dan bahan untuk emban, baik berupa cincin maupun liontin kalung. Ada juga jasa untuk mengasah batu. Penjualnya bermacam-macam, laki perempuan, bahkan ada juga anak-anak.
Harganya bervariasi, tergantung pandai menawar atau tidak. Ada juga sih yang diobral, sebongkah batu dihargai 30 ribu. Teman saya ada yang membeli sebongkah, yang kata penjualnya adalah red borneo, yang jika dipecah dan diasah bisa jadi 6 mata cincin. Harganya 50 ribu. Pedagangnya tadinya minta 75 ribu, tapi setelah tawar menawar jadi deh 50 ribu.
Teman saya yang satu lagi, beli sebongkah yang warna hijau tua. Katanya sih itu green borneo. Kalau di pecah dan diasah mungkin bisa jadi 10 mata cincin. Dapat beli dengan harga 100 ribu.
Saya?
Saya nggak beli, lihat-lihat aja sambil sesekali mengambil gambar dengan hp saya.