Suatu hari, saya bersama teman-teman kerja ada kegiatan di luar kantor. Menjelang jam 13.00, karena perjalanan masih agak jauh dan agar tenang dalam perjalanan, kami memutuskan untuk berhenti di Masjid. Mau sholat dhuhur. Mampirlah kami disebuah Masjid yang besar dan megah di sisi timur Kabupaten Malang. Yang muslim masuk ke Masjid. Yang non muslim menunggu di mobil, ada juga yang jalan-jalan ke pasar yang tak jauh dari masjid tersebut.
Selain kami, ada beberapa orang juga yang mampir ke masjid tersebut. Ada yang sudah selesai sholat, ada yang sedang sholat, ada pula yang ngobrol di serambi masjid. Kami pun segera mengambil air wudhu dan menunaikan sholat dhuhur. Saya masuk ke masjid lewat pintu samping.
Seusai sholat dan berdoa, saya pun keluar masjid lewat pintu depan. Saya duduk di serambi masjid sambil menunggu teman yang belum selesai. Nah, saat duduk itulah pandangan mata saya tertumbuk pada tulisan yang menurut saya menarik. Sayangnya ponsel saya tinggal di dalam mobil, jadi nggak bisa mengabadikannya dengan kamera. Kurang lebih, tulisannya berbunyi seperti ini
Kepada jamaah yang membawa anak kecil, mohon tidak dibawa masuk ke dalam masjid, cukup diserambi saja
Jiwa saya langsung memberontak, nggak sreg dengan tulisan itu.
Mungkin maksud tulisan itu baik, agar para jamaah khusyu’ dalam melaksanakan sholatnya, tanpa ada suara rengekan/tangisan/canda tawa anak-anak.
Tapi disisi lain, hal ini kurang bagus menurut saya. Justru anak-anak itu harus diperkenalkan dengan suasana masjid sejak dini. Kalau sejak dini di beritahu bahwa di masjid itu dilarang laria-larian atau menganggu orang yang sedang sholat, maka saya yakin anak-anak akan mengerti.
Jika anak kecil tak boleh masuk, berarti kan ada yang harus menjaganya di serambi. Jika satu rombongan, katakanlah sebuah keluarga, suami istri dan satu balita, maka mereka harus bergantian menjaga si anak diserambi. Padahal bisa jadi, dirumah mereka terbiasa sholat berjamaah dengan si anak di taruh di dekatnya, dan si anak tetap tenang selama kedua orang tuanya sholat. Sekarang, karena harus bergantian menjaga anak di serambi, bisa jadi mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh pahala sholat berjamaah.
Dalam sebuah kisah, saya pernah membaca, Nabi sedang sholat dan kedua cucunya bermain di sekitarnya. Bahkan saat sedang sujud, salah satu cucu beliau naik ke punggung. Beliau menunggu hingga sang cucu turun baru melanjutkan sholatnya. Dan tak ada yang meragukan, beliau pasti tetap khusyu’
Tapi kita kan bukan Nabi.
Memang.
Bukankah kita dilarang melarikan diri kala ada tantangan?
Bukankah dalam hidup selalu ada resiko?
Membawa anak kecil untuk duduk di dekat kita saat kita sedang melaksanakan sholat memang ada resikonya. Anak bisa saja merengek, menangis, menarik-narik kita mencari perhatian, naik ke punggung saat ita sedang sujud, berucap “ciluk ba” kala kita bangun dari sujud.
Namun, tolong juga perhatikan ini. Bisa jadi anak akan capek sendiri karena kita tidak merespon apa saja yang dilakukannya, lalu dia duduk manis, mengamati kita yang sedang sholat. Lalu mulai menirukan gerakan kita, walau sambil lirik dan tengok sana sini, walau kadang tertawa cekikikan. Nah, anak sudah mulai belajar gerakan sholat. Anak pun perlahan akan belajar, kalau sedang sholat itu tak boleh bicara, tak boleh ada gerakan lain, tetap diam saja walau banyak gangguan.
Nah, teman. Apakah anda suka menjauhkan anak-anak dari tempat anda sholat, atau anda membiarkannya tetap berkeliaran di sekitar Anda?