4 Oktober 2016, Alhamdulillah bayiku terlahir dengan selamat, melalui proses persalinan yang lancar. Anak ketiga, melengkapi kebahagiaan kami. Bayi yang menurut perkiraan bidan akan lahir tanggal 12 Oktober, namun ternyata maju seminggu dari perkiraan. Untunglah semua persiapan untuk menyambutnya sudah siap, jadi walaupun maju, kami tidak terlalu kelabakan.
3 Oktober 2016, saya mulai mengambil jatah cuti bersalin. Sengaja mepet dengan hari perkiraan lahir, supaya bisa lebih lama menemani si kecil sebelum harus masuk kerja lagi. Hari ini adalah jatah saya kontrol ke bidan. Saat kontrol, sama bu bidan di tawari untuk cek dalam, karena saya bilang udah mulai terasa kenceng perutnya. Tapi saya menolak, karena saya pikir toh perkiraannya masih seminggu lagi. Bu bidan kembali mengkonfirmasi, apakah benar saya nggak mau diperiksa dalam. Soalnya, menurut dia, saya ini tergolong cepet banget bukaannya klo mau melahirkan. Bu bidan ini juga yang dulu menolong persalinan kedua anak saya.
Dari klinik, saya langsung menuju toko perlengkapan bayi, membeli beberapa keperluan. Dalam perjalanan, sambil saya kabarkan ke suami kalau tadi ditawari periksa dalam sama bu bidan. Jam 12 an siang saya sudah kembali ke rumah. Niat hati mau istirahat sebentar, setelah itu lanjut setrika. Tumpukan baju yang belum disetrika masih menggunung. Pikir saya, seminggu ini, sebelum adik bayi lahir, tumpukan pakaian itu harus sudah rapi tersetrika semua.
Jam 2 an suami pulang, katanya nggak tenang kerja gara-gara tadi saya kabari soal periksa dalam. Batal deh rencana mau setrika, karena pasti bakal dilarang. Usai maghrib, saya mulai merasa perut kencang dan sakit di bagian punggung, namun intensitasnya masih jarang. Saya masih menahan diri untuk tidak bilang ke suami, saya gunakan untuk tiduran saja. Saya tandai saja berapa selang waktu antara rasa sakit itu datang.
Jam 10 malam, rasa sakit itu mulai lebih sering datang. Saya pun mulai packing, mempersiapkan apa saja yang akan di bawa ke klinik. Suami sudah heboh mau ngantar. Tapi saya masih belum pengen berangkat.
Menjelang jam 12 malam, rasa sakit di punggung mulai lebih sering datang, saya pun mengajak suami untuk berangkat ke klinik.
Sesampai di kinik, langsung di sambut bu bidan dan masuk ke ruang bersalin. Setelah di periksa dalam, bu bidan bilang belum ada bukaan. Beliau menawarkan kami untuk pulang saja.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, kami memutuskan untuk tidak pulang, namun langsung mengambil kamar. Daripada repot bolak-balik kalau misal jam 2 atau 3 tiba-tiba si bayi siap nongol.
Dan benar saja, mulai jam 3 an, kontraksi mulai lebih sering. Untung ada suami yang siap mengelus-elus punggung saya setiap kali rasa sakit itu datang. Jam 4 an, saya sudah nggak tahan lagi. Saya minta suami memanggil bu bidan. Tapi bu bidannya bilang belum saatnya di periksa lagi, ntar nunggu jam 5. Karena tadi malam pas diperiksa belum ada bukaan sama sekali. What?!?!?!? Saya sudah kesakitan begini masih harus menunggu pula. Ok lah, saya berusaha sabar aja. Kan dia sudah lebih pengalaman menangani orang mau melahirkan.
Posisi tidur saya sudah tidak karuan. Setiap kali kontraksi, saya mulai berteriak, mencengkeram bantal guling sprei bahkan tangan suami, apa saja benda yang terpegang oleh tangan saya. Menunggu jam 5 rasanya lama sekali.
Mungkin karena saya berisik teriak-teriak kali ya, akhirnya sebelum jam 5, bu bidan sudah menawarkan untuk pindah ke ruang bersalin. Dengan tertatih menahan sakit, saya pun bergegas menuju ruang bersalin.
Tak sampai 5 menit berbaring di ruang bersalin, mulailah drama persalinan itu. Bu bidan mengarahkan saya untuk begini begitu, jangan tegang, jangan ditahan sakitnya. Kalau sakitnya datang, posisinya harus begini, segera mengejan.
Suatu kali rasa sakit itu datang, saya segera mengejan. Saya rasakan ada cairan yang keluar dari jalan lahir saya. Tapi bu bidan bilang ketubannya belum pecah. Jadi itu air apa?? Jadi ketuban di bantu pecah secara paksa oleh bu bidan, dan setelah itu saya merasa mulai jebol jalan lahir saya. Lalu tak lama ada suara tangisan bayi. Alhamdulillah, seorang bayi laki-laki, menambah jumlah penduduk Indonesia.
Hari ini, genap tiga bulan usianya. Sudah mulai bisa miring dan “ngoceh” kalau diajak bicara. Hari ini pula, saya kembali beraktivitas di kantor. Masa cuti bersalin telah habis.
Abid Aqila Okto Rajendra, nama yang kami berikan padanya. Kami memanggilnya Okto. Semoga tetap sehat ya nak…