Menghirup dunia

Menghirup dunia, adalah buku yang salah satu penulisnya adalah teman ngeblog saya, yaitu Noni Khairani. Saat membaca postingannya yang mewartakan bahwa bukunya telah terbit, saya sudah berjanji untuk membaca bukunya lalu menuliskan tenggapan saya tentang buku ini. Dan kinilah saatnya saya menepati janji yang dulu tertulis di kolom komentar postingan Noni.

Pertama, soal harga. Harganya murah menurut ukuran kantong saya. Di Gramedia harganya 45.000, klo beli ditogamas bisa dapat potongan 15 persen. Murah kan? Kalau duit segitu buat makan kami berempat, cuma bakal dapat 4 porsi bubur ayam+teh manis. Iya, sekali makan aja. Tapi kalau dibelikan buku bisa awet bertahun-tahun. Kecuali bukunya dipinjam teman dan tidak dikembalikan.

Kedua, soal kertas. Sayang sekali karena kertas yang digunakan adalah sejenis kertas buram. Saya tidak tahu apa namanya, yang pasti warna kertasnya tidak putih bersih melainkan agak kecoklatan gitu. Mirip kayak buku cetakan lama jadinya. Mungkin pemilihan kertas ini supaya harga buku nggak terlalu mahal.

Ketiga, soal huruf dan gambar/foto . Menurut saya, ukuran font yang digunakan terlalu kecil. Membuat mata saya cepat lelah membacanya. Atau jangan-jangan mata saya yang mulai kurang sehat? Terus itu kan di akhir setiap bab ada foto-fotonya. Kenapa fotonya hitam putih, terus kertasnya juga dibuat sama, pakai kertas buram. Jadi, kalau boleh saya mau kasih saran. Jika nanti ada edisi 2 dan seterusnya. Kalau memang pemilihan kertas buram itu untuk menekan biaya produksi, ok lah, saya maklum. Tapi mbok ya pas di bagian yang memuat gambar, gambarnya dibuat berwarna, dicetak di kertas glossy gitu. Pasti bakal lebih bagus hasilnya. Dan saya kira, calon pembaca nggak bakal keberatan kalau harganya jadi naik sedikit.

Keempat, soal isi. Buku ini mengisahkan “pengalaman spiritual” yang dialami oleh para penulisnya saat melakukan perjalanan wisata. Pengalaman spiritual yang saya maksud disini tidak melulu yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan lho, tapi juga hubungan antara manusia dengan manusia.

Memang, hikmah/pelajaran hidup, itu bisa didapatkan dari mana saja, dari siapa saja. Sebuah peristiwa yang sama, bisa jadi memiliki makna yang berbeda bagi yang mengalami, tergantung pada lokasinya. Misal peristiwa A, terasa biasa saja kala terjadi di dekat tempat tinggal si A. Tapi akan terasa berbeda kala si A mengalaminya diluar daerahnya, apalagi diluar negeri. Begitulah cara Tuhan kadang menyadarkan hambaNya. Harus diperjalankan ke suatu tempat, bertemu dengan orang-orang baru dan memetik pelajaran dari orang baru itu.

Kala jauh dari rumah, kala mendapatkan “tamparan” dari peristiwa yang dialami/dijalani oleh orang lokal yang ditemuinya saat berwisata, terasa lebih mengena di hati. Ada yang jadi malu sendiri. Ada yang lantas punya tekad untuk melakukan ini itu.

Begitulah buku ini memaparkan pengalaman para penulisnya kala berinteraksi dengan orang lokal. Bagaimana mereka mendapatkan pelajaran yang mungkin bagi sebagian pembaca akan membatin “kalau cuma begitu, disini juga banyak, tak perlu sampai luar negeri”. Tapi inilah misteri. Kapan dan dimana Tuhan hendak membuka hati hambaNya untuk bisa memetik pelajaran hidup.

Kelima, disamping beberapa kelemahan fisik dari buku ini, buku ini layak anda jadikan bahan bacaan, layak menambah koleksi buku anda, layak untuk mengisi salah satu ruang di rak buku anda.

Terakhir, ini bukan postingan berbayar

Baca yang ini juga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *