Tulisan ini melanjutkan kisah mampir jalan-jalan saat bertugas ke Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Setelah dalam tulisan sebelumnya, saya bercerita tentang PLBN Motaain, kali ini saya akan berkisah tentang PLBN Napan.
Pos Lintas Batas negara (PLBN) Napan terletak di Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur. Pos ini merupakan salah satu dari empat pos lintas batas yang menghubungkan Indonesia dengan Timor Leste, dan berperan penting dalam mengatur lalu lintas orang dan barang antara kedua negara.
Perjalanan Menuju PLBN Napan
Sekitar pukul 14.00 WITA kami meninggalkan SMKN 1 Kefamenanu. Kami harus menempuh perjalanan darat sekitar 5 jam ke Kupang, menginap di Kupang dan keesokan harinya kembali ke Malang.
Namun sebelum ke Kupang, kami memutuskan untuk mampir ke PLBN Napan. Info dari salah satu guru di SMKN 1 Kefamenanu, jaraknya sekitar 30 menit dari sekolah. Arahnya berlawanan dengan arah ke Kupang. Nego dengan sopir mobil sewaan, dan dia bersedia mengantar. Oke kamipun menuju Napan.
Jalan menuju PLBN Napan sudah beraspal bagus. Arahnya ke atas, mendaki perbukitan. Sudah ketebak ya, jalanan berliku, berkelok-kelok. Tapi pemandangan kanan kirinya bagus, dan sayang untuk dilewatkan. Jadi diantara menahan pusing dan perut mual karena efek jalan berliku yang memancing datangnya mabuk perjalanan, saya sempatkan mencuri-curi pandang ke luar jendela.
PLBN Napan, Megah dan Indah
Wow, itulah kata pertama yang terlontar dari mulut saya saat keluar dari mobil di area parkir. Kami ada di puncak bukit. Dan pemandangan lembah dan perbukitan hijau ada dikejauhan, memberi sedikit kesejukan dalam pandangan, ditengah cuaca panas saat itu. Walau ada angin semilir, kadang malah kencang, tetap terasa panas karena matahari bersinar dengan terik.
Beberapa bangunan, kokoh, tampak masih baru, mengadopsi bentuk atap rumah adat masyarakat Nusa Tenggara Timur, namun dengan bahan yang lebih modern. Ada toilet, kantor, pemeriksaan imigrasi dan beberapa bangunan lain yang letaknya tersebar.
Kami lalu melapor pada penjaga yang bertugas, menulis nama di buku tamu, lalu memperoleh kartu tamu yang harus dikenakan selama berada di area PLBN Napan. Menurut petugas, luasnya sekitar 16 hektar. Tapi tentu saja kami nggak mengelilingi luasan itu di sore hari saat berkunjung ke sana.
Usai dapat kartu pengunjung, kami pun mulai bergerak. Makin masuk ke area PLBN Napan, dengan kamera handphone yang siap mengabadikan momen selama di sini.
Dari area parkir, kami berjalan lewat area selasar untuk pejalan kaki. Menemukan papan tanda lokasi yang kami datangi. Papannya terbuat dari kayu. Langsung deh berfoto di sini.
Selanjutnya kami memilih menuju bagian tepi lagi, bagian berpagar besi, sebagai pembatas agar pengunjung tak melewatinya. Karena di balik pagar besi itu adalah lembah, atau bisa juga saya sebut jurang. Tapi pemandangan jejeran perbukitan di kejauhan, terlihat indah sekali saat kita berdiri di sini
Patung Soekarno
Lurus dengan pintu masuk PLBN Napan, terdapat karya figuratif patung Sukarno dalam pose menunjuk. Hal ini memancarkan semangat kepemimpinan, tekad dan semangat nasionalisme yang menjadi simbol menggambarkan nilai-nilai perjuangkan bangsa Indonesia.
PLBN Napan terdiri atas terdiri atas Zona Inti dan Zona Pendukung. Zona Inti PLBN Napan antara lain: bangunan utama PLBN terpadu, gerbang zona inti, gedung check poin, koridor pejalan kaki, bangunan dan gardu pemeriksaan imigrasi dan pelayanan bea cukai . Sedangkan Zona Pendukung terdiri atas Wisma Indonesia dan mes karyawan.
Penataan bangunan-bangunan di PLBN Napan dengan gaya bangunan khas rumah adat Sonaf – Bikomi Sanak Suku Maslete, NTT berpadu dengan kontruksi modern tertata rapih. Lanskap ini menjadi semangat baru membangun dan mengembangkan kawasan perbatasan negara yang beririsan dengan wilayah Timor Leste.
Belum Bisa Melintas Ke Timor Leste
Dikejauhan, diatas bukit yang lain, kami melihat atap-atap bangunan berwarna biru. Bentuknya berbeda dengan atap bangunan yang ada di sini. Penasaran juga kami pengen ke sana. Walau harus menuruni bukit, lalu naik bukit yang lain, dengan jalan yang sudah beraspal mulus, kami yakin walau pelan-pelan, masih kuatlah sampai di sana.
Tapi ternyata, kami tak bisa ke sana. Menurut petugas, bangunan itu adalah pos lintas batas milik negara Timor Leste. Kami tidak boleh mendekat ke arah sana, karena ternyata PLBN Napan ini belum diresmikan, sehingga belum bisa digunakan untuk melintas ke wilayah Timor Leste. Karena memang untuk sementara ini belum dibuka secara resmi untuk perlintasan orang dan barang. Walaupun pembangunan fisiknya telah usai, beberapa area yang masih dalam tahap finishing.
Waktu kami bertanya kapan kira-kira peresmiannya, petugas tidak bisa memberikan jawaban pasti. Menurutnya, masyrakat baru bisa melintas ke Timor Leste melalui pos lintas batas ini nanti setelah diresmikan secara resmi.
Lebih lanjut, petugas menjelaskan bahwa nantinya konektivitas PLBN Napan dan Pos Integrado Oesilo di Timor Leste yang segera tersambung, akan dioptimalisasi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan perbatasan Indonesia-Timor Leste.
Sebagai tambahan informasi, saya ke sana pertengah Mei, dan hingga hingga tulisan ini dibuat di pertengahan Juni, saya belum menemukan update informasi tentang peresmian infrastruktur baru di wilayah NTT.
Berakhir Mabuk Perjalanan
Puas ngobrol dengan petugas, menikmati suasana dan berfoto, kami pun memutuskan untuk mengakhiri kunjungan di PLBN Napan. Sembari berharap semoga keberadaan PLBN Napan ini tidak hanya menjamin fungsi pertahanan keamanan, tetapi menjawab tantangan pembangunan ekonomi dalam rangka membangun kedaulatan bangsa. Berharap suatu saat bisa ke sini lagi saat sudah diresmikan dan bisa melintas ke wilayah Timor Leste dari sini.
Kembali naik ke mobil, sopir pun membawa kami mengarah ke kota Kefamenanu. Jalanan menurun, berliku-liku. Sopir membawa dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan kalau boleh saya bilang, saat menikung agak kasar nyetirnya. Mungkin sudah stylenya, karena saat kami minta memperhalus gerakan banting stirnya, iya iya tapi ternyata tetap sama saja.
Alhasil, bukan cuma saya yang mulai merasa pusing, kedua teman saya pun demikian. Kami akhirnya memilih diam, mencoba memejamkan mata, menikmati saja perjalanan ini.
Saat sudah sampai di kota Kefamenanu, kami minta sopir untuk singgah di apotik. Sepertinya kami butuh antimo, atau tolak angin supaya kondisi perut dan kepala kami aman. Mengingat masih akan lama perjalanan kami, 5 jam dengan kondisi jalan berliku pula.
Alhamdulillah, antimo bisa diperoleh. Selanjutnya kami mampir warung makan. Warung lalapan Lamongan. Penjualnya asli Lamongan, sudah lama menetap di Kefamenanu.
Selesai makan, matahari makin condong ke barat. Kamipun minta singgah dulu ke Masjid. Menjelang maghrib, kami sampai di Masjid Raya kota Kefamenanu. Dengan kondisi kami bertiga sudah sama-sama capek dan lemas.
Akhirnya, saat di toilet, keluar deh semua isi perut saya. Tapi setelah itu, pelan-pelan badan mulai terasa enak. Pusing dan mual berangsur menghilang. Ternyata kedua kawan seperjalanan saya pun mengalami hal yang sama.
Setelah badan terasa enak, kamipun menunaikan sholat maghrib di Masjid tersebut. Usai maghrib, sekitar pukul 18 WITA, sebelum masuk mobil, kami minum antimo, baru melanjutkan perjalanan lagi. Tak lama mobil berjalan, saya sudah lelap. Mungkin pengaruh lelah, atau bisa juga pengaruh minum obat.
Saya terbangun menjelang pukul 23 malam, saat mobil saya rasakan berhenti, ternyata sudah memasuki area parkir Hotel Kristal. Hotel yang telah kami pesan sebelumnya.
Sampai sini, cerita tentang mampir ke PLBN Napan. Kapan-kapan disambung lagi kisah saya menginap semalam dan memperoleh kesenangan di Hotel Kristal Kupang
Seru ya mbak bisa sampai ke sini
Aku baru tahu tempat ini
Kalau area perbatasan memang banyak hal menarik untuk didokumentasikan
senanngya bisa berkunjung dan mengabadikan perbatasan antar negara. suamiku sering bepergianm kalo ada dinas kantor, tapi ga suka foto2 pdhal cakep buat dijadiin konten 😀
meskipun penuh liku-liku dengan perjalanan yang membuat perut mual tapi asli ini keren banget lho mbak. untuk perjalanan ke perbatasab Indonesia dan Timor leste ini memang sepadan ya hehehe
Jalan yang tinggi dan berliku ini persis perjalanan di Berastagi, Sumatera yaa… kak Nanik.
Itu juga bikin puyeng..
Sama kalau mau ke Jawa Timur melalui jalur Selatan.
Tapi keindahan PLBN Napan mashaAllaa~
Minim polusi dan hijau di sepanjang mata memandang.
Masya Allah mbak keren banget sih ini tugas plus wisata namanya ya. Bisa sampai ke pintu perbatasan Indonesia dan Timor Leste kayaknya sesuatu yang luar biasa deh. ALhamdulillaah bisa foto-foto juga buat kenangan ya. PLBN Napan bagus dengan pemandangan yang masih hijau.
Aku tuh senang banget deh kalau pas bacain perjalanan dinasnya mak, karena jadi tau juga beberapa daerah di Indonesia bahkan sampai ke perbatasan yang belum pernah ku datangi. Sama halnya seperti PLBN Napan yang merupakan pintu perbatasan Indonesia dan Timor Leste.
Cerita perjalanan dinas memang selalu menarik buat dibaca. Perjalanan berliku namun ada sisi menarik dan membahagiakan. Berinteraksi dan berfoto di tempat kunjungan pun jadi hal yang amat menghibur. Untung ada antimo ya mba, ku nantikan cerita selanjutnya ya.
Ternyata ada yang belum diresmikan ya, tapi seru juga kak Nanik dan membuat kami jadi tahu soal PLBN Napan ini, meski ya jadi ada drama mabuk perjalanan yak hihi
Naaah aku belum pernah ke sini mba.. kalau ke Motaain udah dan saya pernah perjalanan dari Dili menuju Atambua lalu ke Kupang lewat darat. Sungguh suat pengalaman yang luar biasa
Wah, asyik banget bisa jalan jalan sampai perbatasan seperti ini
Jadi pengalaman menarik yang mengesankan ya mbak
Terutama bagian mabuk perjalanannya ya, hehe
Kukira tadi plbn ini pembangkit listrik mbak ternyata pos lintas batas negara ya. Jadi ingat sama drakor crash landing on you diriku Saat membaca tulisan ini
Senangnya bisa punya pengalaman perjalanan sampai ke perbatasan negara begini. Pastinya seru ya mbak. Jadi tahu seperti apa kondisi, alam, budaya, bahkan masyarakatnya. Kepengen deh bisa kayak Mbak Nanik begini. 😀
seru banget perjalanannya ya mak, melewati batas lintas negara, walau mabuk perjalanan tapi …terobati dengan pemandangan yang indah
Tempatnya keliatan bagus dan masih banyak pepohonan ya Mak. Kebayang serunya berada di pinggiran neraga.
Artikel “PLBN Napan, Pintu Perbatasan Indonesia dan Timor Leste” memberikan gambaran yang jelas tentang pentingnya pos lintas batas ini dalam memperkuat hubungan bilateral kedua negara.
Selama ini belum pernah pergi ke luar pulau Jawa selain ke Bali dan ke Korea Selatan jaman kuliah dulu. Pengen banget ke NTT buat menikmati keindahan alamnya. Semoga terwujud suatu hari nanti.
Eehh persis anak pertamaku lhooo, kalau udah keluar semua mah ngemploooong 😀
Senang baca kisah perjalanannya mak, jadi tau informasi tentang wilayah perbatasan antar negara kita dan Timor leste. View-nya juga cantik. Terimakasih sudah berbagi.
Ya ampun mbak Nanik, 5 jam diguncang guncang mobil itu….
mungkin kalau aku udah huek duluan di mobil 🙁
terbayar ya mbak, lelahnya dengan view dan pemandangan yang sesuatu
Seru banget ya membaca cerita perjalanan mbak Nanik. Sering ke luar pulau juga, bikin mupeng deh. Trus saya bertanya-tanya, itu suami dan anak sering ditinggal brarti ya mbak? Gak protes kah mereka?
awalnya protes, lama-lama udah biasa hehehe……
Cantik banget pemandangannya Mba, berasa kayak di perbatasan Korsel dan Korut, hahahaha.
Sebuah pengalaman menarik bisa sampai di perbatasan kayak gini, banyak hal yang bisa dilihat dan didokumentasikan 🙂
Kenapa belum dioperasikan ya Mbak padahal keliatannya bangunan fisik dan lingkungannya udah siap banget. BTW, melihat lokasinya sepertinya memang setiap PLBN sengaja dibuat di tempat-tempat yang (lumayan) sulit untuk ditempuh dengan jalan kaki ya. Butuh keahlian atau kebiasaan mengalahkan alam supaya bisa cerdik menembus pembatas.
BTW, saya salfok dengan tulisan WITA yang Mbak Nanik tulis di atas. Mungkin maksudnya WIT (Waktu Indonesia Timur) kali ya.
Kata petugasnya, karena belum diresmikan mbak, jadi belum dioperasikan.
Di Napan masuk wilayah Indonesia Tengah mbak
Seneng loh aku bacain tulisan2 mbak Nanik karena kegiatannya beragam.
Sambil kerja sambil jalan-jalan sambil makan-makan.
Seru kalau sering dinas ke lokasi yang jarang-jarang didatangi orang khusus untuk pelesiran.
Kalau saya maunya dinas terus deh, hehe
Ya ampun serunyaaaaa… Aku pernah tau soal Napan ini dari perjalanan Gol A Gong sebagai duta baca di Safari Literasi. Gak terlintas buat ke sana. Kayak yang jauh banget, gak terjangkau. Tapi baca cerita ini jadi mikir ulang: emang, kenapa enggak?
Belum pernah menjejaki tanah Nusa Tenggara dsk. Semoga kelak bisa terealisasi.
Saya kira perbatasan tempat manusia melintas batas negara hanya sebuah gerbang kecil saja. Paling banter ada imigrasi dan bea cukai. Rupanya PLBN itu besar juga ya situsnya; dengan beragam infrastruktur di dalamnya.
Kalau baca artikel mbak Nanik jadi iri, asyik banget sambil kerja bisa keliling Indonesia. Jadi banyak pengalaman dan cerita. Terimakasih sudah membaginya lewat tulisan. Barakallah mbak, moga makin sukses.
Ya ampun Mbak Nanik, bikin ngiriiiiiiii…..
Huhuhu Mbak Nanik udah sampai ke Pos Lintas Batas negara (PLBN) Napan, bikin penasaran banget
Apakah nanti kalo udah diresmikan, kita bisa langsung ke Timor Leste tanpa visa?
Asyik dong ya, wara-wiri ke “luar negeri” , sampai Timor Leste blanja-blanji atau sekadar jalan-jalan, trus pulang lagi ke hotel di Indonesia 😀
Cakep banget itu pemandangan PLBN Napan. Tapi, lumayan jauh juga ya perjalanannya dari hotel. Butuh waktu sekian jam. Kalau yang cara nyetirnya enak, pasti tetap bisa menikmati perjalanan hehehe.
Jadi Mbk Nanik dan teman-teman perdana nih mengunjungi PLBN Napan, ya
Kerenn kalii,, dikit lagi bisa menginjakkan kaki ke Timor Leste, tapi sayangnya belum diresmikan
Artinya, kalau udah resmi, smoga bisa berkunjung di Kafamenanu trus ke PLBN Napan lagi
Banyaknya dukungan gambar yang disematkan jadi berasa ikut widata ke sana lho, Mb. Semoga segera diresmikan ya dan doa kita semua, salah satu fungsinya sebagai pendukung perkembangan ekonomi dapat terealisasi.