Tulisan ini menjawab rasa penasaran Ryan tentang pengalaman pertama saya masuk ke dunia kerja. Tapi tentu saja, siapapun anda yang mampir ke sini, boleh membacanya, boleh berkomentar, boleh reblog juga.

Jadi ceritanya, saya dulu kuliah di jogja. Saya lulus tahun 2004. Nah, suatu saat instansi tempat saya bekerja sekarang ini (posisinya di malang), pasang pengumuman di kampus, akan mengadakan rekrutmen bagi fresh graduate, posisinya adalah sebagai tenaga pengajar yang akan ditempatkan diseluruh wilayah Indonesia. Berhubung waktu itu jiwa petualang masih tinggi, maka saya langsung mendaftar, dengan niat awal semoga diterima dan ditempatkan di wilayah perbatasan. Karena jujur, saya ingin sekali tahu bagaimana kehidupan di wilayah perbatasan.

Tibalah saat tes. Tesnya di kampus juga. Peserta dari jurusan saya ada sekitar 70 orang. Tes ada dua macam, tertulis dan wawancara. Tes tertulis materinya berkaitan dengan bidang ilmu saya. Tes wawancara disuruh memperkenalkan diri dan dikasih beberapa pertanyaan. Satu pertanyaan yang masih saya ingat sampai sekarang yaitu “Anda kan kalau diterima akan ditempatkan di daerah terpencil, jauh dari keluarga. Kalau disana anda kehabisan uang bagaimana?” Ah, si bapak pewawancara ini salah mengajukan pertanyaan seperti itu pada anak muda yang sejak kelas satu SMA sudah jadi penghuni kost dengan uang saku mepet tiap minggunya.

Sekitar 1 bulan kemudian, saya dapat telpon kalau saya diterima. Saya diminta ke malang, tanggal sekian dan bertemu dengan kepala kepegawaian.

Saya belum pernah ke Malang. Jadi saya minta tolong kakak saya yang tinggal di sidoarjo untuk survey alamat kantor yang menerima saya itu, sekaligus mencarikan tempat kost.

Singkat cerita, pada hari yang telah ditentukan itu, saya ke kantor calon tempat saya bekerja. Karena belum dapat tempat kost, berangkatnya dari sidoarjo, diantar oleh kakak saya. Sampai kantor, tanya satpam dan ditunjukkan ruangan bagian kepegawaian. Ketemu kepala kepegawaian sebentar, lalu diantarkan ke unit kerja yang menerima saya, yaitu teknologi informasi (TI). Memasuki gedung TI, saya lihat banyak anak muda bergerombol di bangku-bangku dengan laptop di depannya. Beberapa orang malah duduk dilantai karena mendekati sumber listrik. Kepala kepegawaian bilang kalau mereka itu mahasiswa yang akan menjadi anak didik saya. What?!?!?!?!

Ketemu kepala unit kerja TI, dijelaskan bahwa tugas pertama saya disini adalah mengajar anak-anak D3 dari daerah konflik. Antara lain dari Palu, Poso dan Aceh. Mereka adalah anak-anak yang mendapat beasiswa dari pemerintah, dan disiapkan untuk menjadi guru didaerah asalnya saat sudah selesai pendidikannya di Malang. Jadi, saya bukan dikirim ke daerah perbatasan, tapi ditempatkan di Malang? Dan harus mengajar anak-anak jurusan TI, alias pelajarannya tentang komputer? Shock lah saya.

Saya ini, walau jurusannya elektro, jaman kuliah nggak ngerti pelajaran komputer. Wordstar, lotus, bahasa pascal. Kalau praktikum komputer, saya mengelompok pada anak yang pandai. Dia yang praktek, saya ngamati aja. Skripsi juga dulu ngetik di rental pelan-pelan, nunggu rental agak sepi biar nggak malu nanya-nanya ama mbak yang jaga rental. Ngetiknya pakai metode sebelas jari (satu jari tangan kanan, satu jari tangan kiri).

Saya minta waktu sejenak pada kepala unit kerja untuk berpikir terlebih dahulu. Saya telpon kakak saya, saya bilang mau mundur saja. Anak-anaknya keren banget pakai laptop, lha saya ini pegang komputer juga gara-gara skripsi. Apalagi laptop. Apalagi mengoperasikan, pegang aja belum pernah, tahu juga cuma lihat di TV. Jadi pastinya mereka kan lebih tahu dibanding saya. Tapi kakak nggak setuju kalau saya mundur. Dia bilang “mereka mungkin punya fasilitas lengkap, tapi belum tentu juga mereka ngerti. Kamu anak cerdas, pasti bisa belajar dengan cepat asal ada fasilitas”.

Setelah sesi konsultasi dengan kakak, saya temui lagi kepala Unit kerja di TI. Saya ungkapkan sejujurnya, bahwa saya nggak kenal komputer, jadi nggak siap kalau harus mengajar. Alhamdulillah beliaunya memahami kondisi saya. Saya lalu ditunjukkan meja saya, sudah ada seperangkat komputer disana. Saya juga dipinjami beberapa buku. Bahkan ditawari untuk membawa satu PC ke kost, supaya saya bisa belajar di rumah.

Jadi begitulah, selama hampir 2 bulan saya bukan bekerja, tapi belajar. Kadang ada senior yang mengetes saya. Memantau kemajuan saya belajar. Meminta saya mengerjakan ini itu. Sabtu minggu, walau libur, lebih sering saya habiskan dikantor. Karena saya juga pegang kunci ruangan. Saya belajar keras. Tapi kadang jenuh juga, terus saya mikir, nggak ada gunanya dong saya kuliah bertahun-tahun, kalau ternyata disini saya belajar lagi dari nol.

Setelah dua bulan, saya mulai magang di kelas. Diajak masuk kelas untuk jadi pengamat, sekaligus jadi asisten untuk mengoperasikan laptop sementara senior saya presentasi di depan kelas. Nah, pertama pakai laptop juga saya sempat panas dingin. Tanpa pemberitahuan, tanpa perjanjian, tiba-tiba disuatu pagi senior ngajak saya masuk kelas. Dia buka laptop, buka aplikasi presentasi dan meminta saya mengoperasikan laptopnya sementara dia berdiri di depan kelas. Saya geser jari di touchpad, niatnya agar kursor ke kiri, malah kursor bergerak ke bawah. Saya pengen kursor bergerak ke bawah, malah geser ke kanan. Saya ingin kursor geser ke kanan, malah menghilang dari layar. Saya sampai menyumpahi dalam hati, ini senior pasti ngerjain saya di depan anak-anak. Mengoperasikan komputer saya sudah bisa, tapi laptop kan saya belum pernah pegang!

Yah, demikianlah pengalaman saya diawal-awal kerja. Sekarang alhamdulillah sudah lancar. Lancar berkomputer ria. Lancar ngoceh didepan kelas. Keinginan untuk bepergian melihat wilayah Indonesia pun terpenuhi, karena sering juga dapat tugas keluar kota, bahkan keluar pulau. Seandainya dulu saya benar-benar mundur, semua ini tak akan saya dapatkan.

Baca yang ini juga

27 thoughts on “Shock di Hari Pertama Kerja

  1. Wah Mba. Seru pengalamannya.
    Saya jadi ingat dulu harus ingat “/” apa untuk operasikan Lotus123 atau * apa untuk wordstar. Hahaha.
    Untungnya Mba gak menyerah Mba. Yang penting niat belajarnya ya. Siapapun pasti bisa kalau dia memang mau belajar.

  2. Wah baik sekali manajemen kantormu, terutaman atasanmu, memberikan kesempatan belajar dan ada pembimbingnya gitu. Good luck for your next endeavor!

    1. Iya alhamdulillah dapat kerja ditempat yang punya budaya pendampingan pada anak baru. Dan sekarang gantian, saat ada anak baru masuk, saya dilibatkan untuk jadi mentornya

    1. Betul Gung. Tak boleh mundur padahal baru lihat dari jauh, harus didekati dan diselami. Barulah bisa merasakan nikmatnya

  3. bisa karena biasa ya mbak.. seru bgt pengalamannya mbak, selain dpt ilmu, ada pengalaman baru jg jadinya.. skrg udh bs dong yaa.. jari – jari lentiknya berdansa bebas diatas laptop hehe..

  4. Seru ya mbak… Terkadang suatu keputusan seperti diarahkan mengikuti takdir kita… Jadi semangat lagi nich haahaha

  5. mantap mbak…saya tertarik membaca postingan nya,,,memberi motivasi ke saya pribadi,,,,,andai kan saja semua generasi muda sekarang seperti semngat mbak dulu..*pengalaman saya*…..semoga setelah lulus kuliah saya nanti bisa mengikuti semngat mbak,,,amin,,,thanks postingan nya mbak,,,hahhaha terharu dan semgat banget membaca postingan ini,,,like is the best deh mbak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *