Suatu kali ada adik sepupu saya main ke rumah. Tak butuh waktu lama baginya untuk bisa akrab dengan anak-anak. Mulailah dia dan anak-anak bermain, sementara saya menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah tangga.
Tiba-tiba kakak menyusul saya ke dapur, mukanya cemberut dan lalu menangis. Eh, ada apa ini. Kalau berantem, biasanya adiknya yang nangis, kok ini malah kakaknya. Saya tengok adiknya, masih ketawa-ketawa bercanda dengan sepupu. Saya pun segera menghentikan pekerjaan dan memeluk si kakak, berharap tangisnya segera reda.
Setelah si kakak tenang, saya pun bertanya kenapa dia menangis.
Dengan terbata-bata si kakak bercerita, kalau barusan sepupu saya menyebut bahwa kakak nakal karena godain adiknya sampai si adik nyaris menangis.
Mendengar cerita kakak, saya pun hanya bisa menghela nafas. Saya harus meluruskan pada sepupu saya, menjelaskan bahwa tak boleh ada kata itu di rumah.
Selama ini memang saya tak pernah menggunakan kata itu, seberapapun aktifnya anak-anak membuat rumah berantakan. Seberapa pun jengkelnya saya pada tingkah anak-anak.
Anak-anak pun tahu kata nakal. Dalam pergaulan dengan teman-teman sebayanya, mereka pernah mendengar kata itu. Dalam pengertian anak-anak saya, anak nakal itu adalah anak yang suka gangguin temannya, anak yang buang sampah sembarangan dan malah marah kalau di tegur, anak yang nggak mau membantu temannya, anak yang nggak mau diajak kerjasama dan maunya menang sendiri. Dan tentu saja, sifat-sifat itu tidak ada dalam diri si kakak, pantas saja dia nangis kala sepupu saya memberi label nakal padanya.
Saya pun lalu mengambil hp dan kirim wa ke sepupu saya, intinya minta tolong agar dia minta maaf pada kakak dan menjelaskan bahwa tak boleh ada kata itu di rumah saya. Setelah wa terkirim, saya bilang ke sepupu supaya cek hpnya. Alhamdulillah sepupu saya mengerti dan mau minta maaf pada kakak.
Kenapa lewat wa, kenapa tak langsung ngomong saja?
Nggak mungkin dong saya langsung ngomong di depan anak-anak. Saya kan juga harus menjaga kredibilitas sepupu di depan anak-anak. Ini juga menghindari anggapan bahwa sepupu saya minta maafnya nggak ikhlas, minta maafnya hanya karena takut karena telah saya “marahi”.
Kenapa sih, saya menghindari betul label negatif pada anak?
Karena saya adalah korban label negatif. Label negatif ini dampaknya buruk sekali dan sampai dewasa tetap melekat dalam benak saya. Seolah-oleh memang seperti itulah saya, sesuai dengan apa yang dilabelkan.
Jadi, label negatif itu, jika terus diberikan secara berulang pada anak, maka akan melekat dalam pikiran anak. Oh, menurut orang tua saya, saya begini. Jadi memang beginilah saya.
Gambar dari shutterstock
Kongkritnya, saya dulu waktu kecil sering dapat perkataan g*b*o* dari ayah saya. Sampai saya SMA, bahkan kayaknya waktu kuliah pun masih suka dapat perkataan itu. Waktu kecil sih, diam saja waktu di katain gitu. Saat SMA udah bisa jawab “kalau saya pinter, buat apa sekolah”. Waktu kuliah, udah bisa jawab “Anak g*b*o* karena ayahnya juga lebih g*b*o* “. Tapi jawaban itu cuma dalam hati saja, tak pernah keluar dari mulut saya. Nah, satu kata itu begitu melekat dalam diri saya. Saya selalu menganggap diri saya seperti itu. Ditambah lagi, di sekolah nggak pernah dapat rangking, kuliah juga IPK nggak pernah mencapai 3. Padahal saya sudah belajar dengan rajin, mengerjakan PR juga rajin, duduk juga selalu pilih di depan. Semua usaha untuk mendapatkan kata “pintar” dari ayah sudah saya lakukan, namun tak juga membuahkan hasil. Akhirnya saya pun harus terima kenyataan, bahwa saya memang g*b*o*, seperti yang ayah saya katakan.
Melontarkan perkataan negatif hanya akan memberi pengaruh buruk pada anak, bahkan bisa membuat anak terganggu secara psikologis.
Itulah sebabnya, saya nggak pengen anak-anak mengalami nasib kayak saya. Menganggap dirinya sesuai dengan label negatif yang diberikan oleh orang-orang di sekitarnya.
Alhamdulillah, kini anak-anak, kalau mendengar kata nakal, mereka sudah berani membantah “aku nggak nakal kok.”
Kan sering tuh, kalau berkunjung ke rumah neneknya, kalau pas pamitan, selalu ibu saya berpesan “jangan nakal, ya…” pada anak-anak saya. Spontan aja anak-anak menjawab kalau mereka nggak nakal.
***
Dalam ajaran Islam, kata-kata yang diucapkan orang tua kepada anaknya itu sama dengan doa, dan doa orangtua itu lebih makbul dan diijabah oleh Allah SWT. Oleh karena itu orang tua harus berhati-hati dalam berkata kepada anak, salah-salah nanti anak menjadi seperti apa yang anda katakan. Ucapkanlah kata-kata yang baik, kata-kata yang memberikan dukungan, semangat, pujian, dan sebagainya. Janganlah mengucapkan kata yang merendahkan anak, yang membuat dia ciut, atau yang membuat dia merasa rendah diri jika besar nanti.
Aku sebisa mungkin juga menghindari kata nakal, tapi orang tuaku sendiri malah suka melabeli nakal. Aku masih belum tahu caranya memberitahu tanpa membuat beliau tersinggung. Karena seperti kata Mbak, ucapan adalah doa. Terlebih ini doa untuk anak-anak sendiri.
Aku pernah dulu agak kesel ada tetangga yang nyebut sijelek-sijelek padahal udah ibu-ibu banget usianya. Ya kalau pun memang jelek gak gitu juga kali ya labelin anak semua juaga ciptaan Allah
Ikut sedih klo lihat ada orang dewasa yang dnegan gampangnya emmberi label negatif pada anak. Padahal, itu bisa berdampak buruk pada diri anak dalam waktu lama, sampai mereka dewasa. Cuma memang perlu pelan-pelan memperbaiki keadaan, nggak setiap orang punya akses yang mudah untuk mendapatkan tips parenting. Semoga makin banyak orang yang paham apa yang yang tidak perlu dikatakan untuk anak.
Nah aku setuju banget mba dengan tulisanmu
mengingatkan banget agar kita berhati dalam berkata-kata ya
Semoga kita bisa lebih baik dalam bersikap lagi.
Apalagi aku yang belum ada anak, jadi lebih hati-hati
Efeknya mungkin gak akan terasa saat mereka masih kecil ya mba. Tapi tertanam di salam hati.
Sayapun selalu berusaha menghindari kata – kata negatif ke anak.. begitupun memperlakukan anak yang satu dengan yang lain juga sebisa mungkin seadil – adilnya.. karena perasaan nggak nyaman yang dirasakan anak memang pasti akan terkenang sampai dewasa.. sempat merasakan juga soalnya, hehehe
Memang label negatif jangan diucapkan pada anak-anak mba. Karena ucapan itu doa. Aku sering banget dikasih wejangan sama ortu dari bayi anak itu harus dicekokin bahasa2 baik.
Sedih bacanya Mak, iya beneran jangan sampai kasih label negatif ke anak, aku kadang nggak sengaja bilang, kok malas sih adik, langsung protes dia, huhu aku nyesel banget..terima kasih artikelnya ya..reminder banget..
Iya stop memberikan label negatif pada anak, karena bakalan teringat sampai ia besar
Aku juga belajar gak nglabel bukan hanya pada anak tapi semua orang. Saya berusaha memanggil mereka dg sebutan yg baik karena nama jelek aja aku gak suka. Gimana orang lain coba?
Hemmmm tapi emang masih banyak orang tua atau pembantu pengasuh anak begitu yang mudah mengatakan nakal.. Padahal itu ga baik ya moms..
Labelling yang negatif memang dampaknya luar biasa ya ke mental anak. Sebisa mungkin aku menjaga untuk tidak memberi label yang negatif ke semua orang.
Iya nih kadang kita tanpa sadar memberi label negatif ke anak sendiri, ke anak orang, entah tujuan becanda, tidal sengaja atau tengah emosi. Harus mulai menyadari bahayanya bagi psikis anak ya
aku pun ga pernah pakai kata nakal ke anak tapi dia malah dapat dari pergaulan dengan saudara. Perlu ku luruskan nih.
Bener banget nih. Gak baik memberikan lebel seperti itu kepada anak, apalagi lebel negatif karena secara tidak langsung akan berdampak pada psikologi nya anak.
Yap. Jd inget ada anak yg daei kecil udah dibilang “Nakal” sama ibunya. Akhirnya sampai dewasa pun dia nakal. Alasannya karena sudah dibilang nakal gak ada gunanya jd anak baik
Ada keluarga dekatku yang suka melabeli orang dengan istilah enggak menyenangkan. Bodoh lah, ini lah itu lah .mirisnya orang itu enggak bisa dinasehati. Kalau aku kasih tahu kalau kata-kata itu ga baik, eh malah ngambek
Aku juga nangis kalau dikatain gak baik sama orang lain (yang bukan keluarga inti).
Tapi juga gak berani ngomong.
Semoga anak-anak belajar juga bahwa banyak orang-orang di luar sana yang gak paham bahwa kata-kata mereka nyakitin, dan obatnya ada dalam diri sendiri.
Semoga Allah lindungi anak-anak kita selalu.
Iya bener mbak. Soalnya kata2 yang kita ucapkan pada anak2 itu akan diingat terus sama mereka