Jika satu anak kena musibah, lalu kedua saudaranya nangis bingung dan panik, emaknya boleh ikut panik nggak? Bisakah tetap tenang sementara ada tiga bocah yang sedang menangis di sekelilingnya?
Sabtu kemarin, Okto yang kini berusia 17 bulan bikin heboh di rumah. Jadi ceritanya kami berempat kan sedang bermain di ruang tengah. Saya, babang dan kakak duduk bertiga, sementara okto mondar-mandir dari kamar ke kamar. Kami biarkan saja, karena memang dia lagi seneng-senengnya jalan. Kalau disuruh berhenti ntar malah ngambek terus nangis. Pokoknya asal masih di dalam rumah, bisa lah diawasi dari jarak beberapa meter, nggak harus ditempel terus.
Setiap kali melewati kami, Okto selalu ketawa menggoda, dia berharap sebenarnya ada salah satu dari kami yang mengejar. Iya, dia lagi suka main kejar-kejaran sambil membawa bola. Tapi saat itu kami cuma balas dengan ketawa sambil memanggil-manggil mamanya, tak ada satupun yang beranjak untuk mengejarnya.
Baca juga Lucu dan Pintarnya Bocah 16 Bulan
Okto pun lalu masuk ke kamar tidur saya. Kami masih cuek aja, karena merasa aman, toh tak ada barang berbahaya yang berada dalam jangkauan tangan mungilnya. Sampai kami dengar suara ketukan di pintu kamar serta teriakan Okto memanggil saya. Saya pun bergegas bangun dan akan membuka pintu kamar. Tapi pintu tak bisa di buka, saya dorong berulang kali tak mau juga terbuka, itu artinya pintu terkunci dari dalam.
Paniklah kami bertiga. Babang mulai menangis dan lari kesana kemari kebingungan. Tak lama kemudian kakak ikut pula menangis. Mereka khawatir pada nasib adiknya yang terkunci di dalam kamar. Sendirian. Kakak sudah menyarankan saya untuk mendobrak saja pintunya. Tapi mana saya kuat. Suami kebetulan masih di sawah.
Saya mulai berteriak. Meminta Okto untuk membuka kunci pintu. Jadi kunci pintunya itu berupa sepotong kayu kecil yang dipasang di kusen pintu. Jika kayu itu melintang, artinya pintu terkunci, jika kayunya lurus berarti pintu tidak terkunci. Rupanya selama ini Okto suka memperhatikan bagaimana saya atau suami mengubah-ubah posisi kayu itu. Dan celakanya, dia menirukan saat dia sendirian di kamar. Dan terkuncilah dia sendirian.
Kunci pintu jaman old
Okto terus mengetuk-ngetuk pintu sambil memanggil-manggil. Mendengar suara tangis kedua kakaknya, okto pun mulai pula menangis. Mungkin juga tangisan itu dipicu karena merasa sudah lama mengetuk tapi tak ada juga yang membukakan pintu. Dalam kondisi begini, dia pasti tak akan mendengarkan instruksi saya. Lagian, belum tentu juga dia paham dengan instruksi saya kan?
Saya mencoba untuk tetap tenang, walau sebenarnya mulai panik juga. Apalagi tangisan Okto makin keras.
Memanglah, jika tetap tenang, maka pikiran pun akan bekerja maksimal untuk menemukan pemecahan masalah. Saya mendongak ke atas dan mulai menemukan titik terang untuk membuka kunci pintu dari luar.
Diatas pintu ada angin-angin yang cukup lebar, sekitar 30 cm mungkin ada. Saya pun menyuruh babang untuk mengambil kursi. Anda mengira saya akan masuk ke kamar lewat angin-angin itu? Saat itu, saya tak kepikiran untuk menempuh resiko terjatuh yang malah membuat keadaan jadi makin kacau.
Saya minta kakak untuk mengambil sapu. Saya pun naik ke kursi dan mulai memasukkan gagang sapu lewat lubang angin-angin itu.
Saya minta Kakak dan Babang untuk keluar rumah, ke samping rumah, menengok dari jendela kaca kamar, yang posisinya berseberangan dengan pintu. Saya minta mereka untuk melihat dan berteriak mengarahkan apakah gagang sapu sudah tepat mengenai engsel kayu.
“Lho, tapi kan gordennya tertutup, Ma. Mana bisa kelihatan?”
“Oh, iya. Korden jendela itu kan selalu tertutup” Duh gara-gara panik, jadi pelupa gini.
Saya hanya mengandalkan perasaan, berharap ujung gagang sapu bisa tepat mengenai kayu yang menyilang dan bisa membuatnya jadi lurus. Tapi ternyata gagang sapunya kurang panjang.
Gagang sapu saya taruh lagi, saya minta babang mengambilkan gagang pel, karena saya lihat lebih panjang di banding gagang sapu. Sambil saya tetap bicara pada Okto dari luar kamar, memintanya untuk tetap tenang dan berhenti menangis.
Berulang kali gagang pel saya dorong ke bawah, saya usahakan tegak lurus kusen pintu sambil berteriak menyuruh Okto menjauh. Takutnya dia ada di depan pintu dan malah kena pukul gagang pel. Bahaya kan. Rupanya, melihat ada gagang pel muncul dari lubang angin-angin malah membuat tangisan Okto makin kencang.
Setelah berulang kali mencoba membuka dengan bantuan gagang pel, tangan saya mulai terasa pegal. Saya pun menghentikan kegiatan ini. Turun dari kursi dan mencoba mendorong pintu lagi.
Sekali dorong, nggak kebuka.
Dua kali dorong, belum terbuka juga.
Masa harus di dobrak sih? Terus klo di dobrak dan malah mengenai Okto gimana, kan nggak tahu posisi Okto nempel di pintu atau berdiri agak jauh?
Makin panik, saya minta babang untuk memanggil pakdhe, tetangga sebelah rumah. Minta bantuan untuk mendobrak.
Sementara babang pergi, saya coba kembali mendorong. Bismillah…
Dan pintu pun terbuka. Okto langsung menghambur ke pelukan saya. Saya segera mengendongnya agar tangisnya segera reda. Saya minta kakak untuk memanggil babang kembali. Kakak dan babang pun tak ketinggalan segera memeluk okto, mengelus-elus punggungnya dan mengatakan “Adikku sayang”
Jadi pengen meleleh air mata melihat betapa sayangnya mereka berdua pada Okto.
Kejadian ini menjadi pengingat bagi kami, untuk selalu waspada terhadap tingkah polah Okto. Saat ini dia sedang menirukan apa pun yang dilihatnya dari semua penghuni rumah. Jadi kami juga harus menjaga sikap dan perbuatan di depan Okto. Harus menyingkirkan semua benda berbahaya.
Semoga saja kepanikan sabtu kemarin tidak diikuti kepanikan-kepanikan lain. Semoga saja Okto belajar hal-hal baru yang nggak aneh-aneh dan membahayakan.
Bahaya kalau meninggalkan anak di rumah sendirian. Meskipun dulu aku juga pernah melakukannya. Terpaksa. Karena mau menjemput kakaknya, sementara si kecil tidur. Tapi rumah nggak aku kunci. Pulangnya, si kecil sudah bangun dan menangis kenceng. Kalau ingat itu aku merasa bersalah.
Saya juga pernah mbak, nggak tenang di jalan
bacanya saya jadi ikutan deg-degan mak. Saya ingat waktu kecil saya juga pernah begitu, ibu saya antara marah dan cemas menginstruksikan untuk ngutak ngatik kuncinya, alhamdulillah bisa walau berurai air mata. 😀
Iya mbak, selain panik dan cemas ada rasa pengen marah juga.
Manajemen panik banget ya mbaaa…
Kalau saya mungkin udah saya dobrak berkali2 😂
Pengennya ndobrak juga, tapi nggak kuat hehe
Aku pernah Mbaaa. Posisinya aku ke dapur, anakku di ruang tengah. Nah ada pintu pengubung yang memang kalau kena angin dikit langsung ketutup. Pas ketutup itu, anakku iseng mainan kunci yang model selot gitu. Kekuncuilah aku di dapur, huhuu.
Berusaha tenang terus minta anakku buka selotnya, tapi nggak bisa-bisa.
Akhirnya aku teriak, minta tolong tetangga yang lewat depan rumah. Posisiku udah naik kursi, jadi teriak dari angin-angin. Hahahaha.
Alhamdulillah akhirnya bisa keluar juga dari dapur. Habis itu langsung selotnya dinaikin, jadi tangan anak nggak sampai :D.
hehehe… emaknya disuruh berlama-lama di dapur tuh, si anak minta masakan yang super lezat.
Wah, sepertinya selot pintu kamar saya juga harus dinaikkan posisinya nih. Makasih mbak, jadi punya ide nih. Saya kok nggak kepikiran ya. 🙂
ya Allah, saya ikutan deg-degan membacanya Mbaa..
Alhamdulillah Okto gak kenapa-napa yaa 🙂
Iya mbak, alhamdulillah walau nangis tapi nggak sampai histeris
mbak Nanik salam kenal ya. Aku mbaca postingan ini dari awal sampe akhir kok ya deg2an sembari nahan nafas ya. Karena sembari ngebayangin kalo pas ada di posisinya mbak Nanik saat itu. Duh balita memang gak bisa gak diawasin ya, ada aja tingkah polahnya…… Untuk akhirnya pintu bisa didobrak, amiiinn…..
Salam kenal kembali mbak Imelda…
Minum air putih dulu mbak biar deg deg annya mereda hehehe…
Iya mbak, ini jadi pelajaran bagi kami sekeluarga, jangan pernah lagi lalai mengawasi gerak gerik si batita. Walau barang-barang berbahaya sudah dijauhkan dari jangkauannya, tapi tetap saja kemungkinan buruk yang tak terduga itu ada
hehe iyaaa langsung minum abis baca postinganmu mbak. Semoga ke depan semuanya aman-aman aja ya mbak. Peluk cium untuk Okto 🙂
Anak kecil memang cepat tanggap mba. Anakku saja, sering menirukan hal yang aku lakukan. seperti buka jendela. Dia sudah bisa sendiri, padahal baru 9 bulan.
iya, anak-anak memang peniru ulung
Syukurlah mba..tanpa harus didobrak akhirnya bisa kebuka…
Aku blm pernah si yang anak kekunci di kamar..tapi pernah kepalanya nyusep dipager minimalis itu..bisa masuk, tapi susah keluar..
Hampir panik juga…kepala soalnya.
Tapi pelan2 diarahin akhirnya bisa…
Wah pernah nemui juga kasus gini mbak, anak tetangga melongok-longok pagar, terus kepalanya nyungsep. Sekomplek langsung heboh
Baca ini, aku inget pengalamanku mba. Bukan anakku yg terkunci, tp aku sendiri pas msh kecil dulu hueheheh… Untungnya waktu itu ada papa, jd papa yg ngebongkar bagian atas pintu yg berupa kaca kecil, supaya dia bisa masuk dr atas :D. Aku sendiri, dengan 2 anak kecil begini, semua kunci pintu aku tarik. Jd ga bisa dikunci2 ama mereka :p
hehehe… sudah punya pengalaman di masa kecil, jadi bisa mengantisipasi ya mbak
Duh kebayang suasana tegang dan paniknya ya mbak. Alhamdulillah akhirnya bisa kebuka meski dengan bantuan orang lain. Jadi reminder buat aku nih yang punya anak 2 tahun juga
iya mbak, harus selalu waspada pada tingkah si kecil
Walah, oktonya sudah pintar ngunci pintu sendiri ya, intinya tetap diawasi ya mbak meski di dalam rumah, noted
iya, jangan lengah walaupun di dalam rumah
Saya juga jadi was-was nih, harus lebih waspada yaa.
iya mbak, punya batita memang harus selalu waspada