“Mamanya kemana Mbak, kok nggak pernah lihat nemani si kecil ini jalan-jalan?”
Begitu pertanyaan yang ditujukan pada saya di suatu pagi, kala saya mengajak Toto jalan-jalan dan berpapasan dengan sesama warga yang sedang jalan pagi juga. Sepasang lelaki dan perempuan yang usianya tak lagi muda. Kami sering ketemu kalau pagi seperti ini. Karena sering ketemu, saling memandang, lalu melontarkan senyum. Lama-lama menyapa, lebih tepatnya sih mereka menyapa Toto yang ada di strolernya.
Belum sempat saya jawab, yang lelaki mengajukan pertanyaan lain.
“Mbak, ada temannya di kampung yang mau kerja juga nggak, buat ngasuh cucu saya?”
Oh, jadi mereka kira saya ini pengasuhnya Toto. Nasib punya anak berkulit putih, sementara saya berkulit gelap ya seperti ini. Sering dikira saya ini bukan ibunya, melainkan pengasuhnya.
“Nggak ada pak” walau sebel, saya masih mencoba bersikap ramah.
“Kapan-kapan kalau ada, tolong kasih tahu saya ya. Pengennya yang seperti mbak ini, telaten ngasuh anak majikan”
“iya, Pak” lalu saya pun permisi menjauh.
Bukan cuma sekali, dari sejak anak pertama, saya tuh sering di kira pengasuh mereka. Padahal saya ini ibunya. Gegara saya punya kulit gelap, sementara anak-anak berkulit putih dan tampangnya menggemaskan.

Tapi seneng juga sih, artinya saya sukses dengan misi saya. Yup salah satu tujuan saya dalam menikah adalah untuk memperbaiki keturunan.
Memiliki kulit gelap, saya jadi sering merasakan dirundung oleh teman-teman masa kecil, masa remaja bahkan juga masa dewasa. Ada saja yang membully warna kulit saya, entah hanya bahan candaan atau memang sengaja mengejek.
Sakit hati? Sudah pasti. Tapi tak ada yang bisa saya lakukan untuk membela diri, karena memang tak ada yang bisa saya lakukan. Toh kulit saya memang gelap warnanya.
Dari situlah, sedari kecil saya sudah bertekad, saya nggak mau anak-anak saya nanti mengalami hal yang sama. Di tambah setelah memperoleh pelajaran biologi mengenai genetika, saya jadi tahu bahwa walau saya berkulit gelap, saya bisa saja memiliki anak-anak berkulit terang.
Tujuan Menikah untuk Memiliki Keturunan
Lelaki dan perempuan yang menikah, tentunya berharap segera memiliki keturunan, kecuali mereka yang menganut paham childfree.
Yup, salah satu tujuan menikah adalah untuk memiliki keturunan. Dengan memiliki keturunan akan menambah kebahagiaan bagi rumah tangga yang sedang dibangun. Anak-anak adalah perekat bagi kedua orang tuanya. Selain itu, memiliki keturunan bisa menjadi bekal pahala untuk suami istri di kemudian hari. Tentu saja bukan sembarang anak, melainkan anak yang sholeh sholehah. Karena saat manusia meninggal, hanya ada tiga amalan yang tak terputus pahalanya, salah satunya adalah doa anak sholeh.
Bagi yang muslim, bisa menemukan dalil penguat bahwa salah satu tujuan menikah adalah untuk memiliki keturunan. Bisa di cek di surat An Nahl ayat 72.
Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?
QS An Nahl : 72
Kalau bagi saya sendiri, tak cuma untuk memperoleh keturunan, tapi juga memperbaiki keturunan. Karena saya tentunya ingin memiliki anak-anak yang unggul, baik secara fisik maupun non fisik.
Belajar Lagi Konsep Hereditas
Pewarisan sifat pada manusia atau yang sering disebut dengan hereditas merupakan suatu kebesaran Allah Swt yang diberikan kepada setiap makhluknya. Dapat dibayangkan bagaimana jika diantara anak dan orang tua tidak memiliki kemiripan sedikitpun dalam postur atau sifatnya, sekiranya ada kemungkinan akan banyak timbul konflik karena hal tersebut. Hal ini pula bisa dijadikan sebagai upaya mempertahankan jenisnya agar tidak punah.
Hereditas merupakan sebuah proses penurunan sifat dari induk kepada keturunannya melalui gen. Hereditas bukan termasuk ke dalam penurunan berupa tingkah laku, melainkan lebih ke arah penurunan bentuk atau struktur tubuh dari makhluk hidup. Sehingga antara induk dengan keturunannya memiliki kemiripan atau serupa.
Keturunan yang dihasilkan dari perkawinan antar individu mempunyai perbandingan fenotip maupun genotip yang mengikuti pola tertentu. Aturan-aturan dalam pewarisan sifat ini disebut pola-pola hereditas.
Teori pertama tentang sistem pewarisan yang dapat diterima kebenarannya dikemukakan pada 1865 oleh Gregor Johann Mendel, ingat kan dulu pas pelajaran biologi pernah belajar tentang hukum Mendel. Nah hukum Mendel itu berdasarkan penelitian persilangan berbagai varietas kacang kapri (Pisum sativum) yang dilakukan oleh Gregor Johann Mendel.
Dari penelitian itu, ia mengusulkan 3 hukum pewarisan Mendel yaitu Hukum Segregasi dimana pada pembentukan gamet (anak), setiap gen induk akan berpisah agar anaknya mendapatkan gen dari kedua induk. Hukum Asortasi Bebas dimana Gamet akan bertemu secara acak. Hukum Dominasi dimana terdapat sifat yang mempunyai kemungkinan diturunkan lebih dari sifat yang satunya. Sifat yang satunya lagi itu resesif.
Seperti halnya bagaimana seorang anak bisa mirip dengan orangtuanya, dan antara saudara kandung. Selain itu, golongan darah seseorang juga mengikuti hukum genetika yang ada.
Kalau kamu suka lihat video-video di aplikasi Tiktok, mungkin pernah lihat video yang menunjukkan seorang anak mirip ibu atau ayahnya. Saya pun pernah mencoba menggunakan filter ini, hasilnya kedua anak lelaki saya berdasarkan filter itu mirip suami, sementara anak perempuan mirip saya.
Warna Kulit Anak Menurun dari Suami
Dalam hal warna kulit, alhamdulillah sesuai harapan saya, dominan dari suami. Anak-anak memiliki warna kulit yang cerah seperti warna kulit suami. Saya sih seneng, walau akhirnya saya sering dikira pengasuhnya anak-anak karena perbedaan warna kulit.
Bahkan suatu kali saya pernah mengganti foto profil wa dengan foto Toto, terus ada teman kantor yang langsung bilang.

“Mbak, anakmu kok ganteng banget”
“Iyalah, bapaknya ganteng. Anaknya juga pasti ganteng”
“Kok bisa?” lanjutnya.
Tak saya jawab. saya senyumi saja. Saya tahu maksud pertanyaannya itu, kok bisa saya dapat suami ganteng?
Itulah misteri jodoh. Memang jodoh itu saling melengkapi. Saya yang berkulit gelap ini diberikan jodoh lelaki berkulit putih.
Jadi kamu yang merasa memiliki kekurangan fisik, jangan minder ya. Yakinlah Allah suatu saat akan memberikan yang terbaik untukmu.
Ha…ha..ha..Mak bisa aja deh. Btw aku juga begitu kok Mak. Mamiku kan wajahnya beda bgt dengan aku. Jadi papiku wajah rada Arab India sementara mamiku khas Batak. Saat jalan denganku orang lain pikir si mami pengasuhku, kebangetan deh
Mbakkk…anak anak mirip suami
kata orang tua zaman dulu, kalo anak mirip suami artinya sang suami cinta mati pada istrinya 😀 😀
Alhamdulilah ya? Semoga sampai kakek ninen
Bantu jawab ke pasangan manula: “Yailah telateeeen, kan saya ibunyaaa…” *backsound kumenangiiiis*
Bantu jawab ke temen kantor: “Pastilaaaaah dapat suami ganteng. Yakaliii dapat suami cantik.” *backsound orang ngakak sampai kejungkel*
Mbak Nanik bisa aja. Kalau lihat dari foto-foto sih anak-anak banyak mirip kok dengan Mbak Nanik. Setidaknya secara garis wajah. Apalagi jika anak-anak mewarisi kepintaran Mbak Nanik. Yang menurut teorinya memang diwariskan dari ibu, sementara sifat dan kelakukan lebih condong kepada Bapak.
BTW, anak-anak saya juga lebih condong mewarisi fisik suami termasuk kulitnya gelap. Dari saya hanya “ketitipan” jidat jenong untuk si sulung dan jenis kelamin untuk si bungsu. Selebihnya ngambil dari suami semua hahahaha. Tapi alhamdulillah meskipun anak-anak saya berkulit gelap yang mengikuti Ayahnya, inshaAllah dididik untuk memiliki akhlak dan budipekerti yang baik. Sholeh dan sholeha. Aamiin YRA.
Nah ini dia, anakku yang sulung cewek berkulit agak gelap sementara si bungsu cowok putihnya bukan main. Padahal suamiku berkulit tidak gelap loh. Eh ternyata dari mama mertua yang kulitnya memang gelap, jadi kebanyakan cucu2 perempuannya mengikuti gitu hahaha. Yang penting disayang semuanya, berkah dan sholeh juga sholehah ya mbak aamiin.
Alhamdulillah dengan berkeluarga urusan bisa diselesaikan bersama, Tujuan pernikahan pun akan tercapai dengan saling mengingatkan dalam kebaikan. Keturunan salah satunya.
Setuju mbak.
Maka dari itu, orangtua selalu menekankan pada bibit, bebet dna bobot ya. Selain supaya mendapat keturunan yang sempurna, supaya kehidupan pernikahan juga terjamin
Suka ada aja ya, yang gak engehin padahal jalan sama ibunya malah dianggap anak orang lain.
Giliran jalan sama pengasuhnya malah dibilang anak sendiri, aneh penglihatan manusia, hihi
wah kaya temenku mba, ada yang menikah tujuannya memperbaiki keturunan, apapun itu niatnya asalkan baik sih sah-sah aja ya menurutku
Betul juga sih, salah satu fungsi menikah memang memperbaiki keturunan. Itulah kenapa, ada istilah bibit, bebet, bobot, supaya tidak salah dalam memilih pasangan
hahaha kepo banget yaa yang bertanya “kok bisa Mba Nanik dapat suami ganteng?”. Anak-anakku memiliki fisik perpaduan saya dan suami, jadi gak ada yang condong ke saya atau papanya
Eh..ternyata yang selama ini seirng di dengar dari teman-teman semasa kuliah ada ulasannya di sini, Kata mereka cari pasangan untuk perbaiki keturunan.
Selamat ya Mak sudah selesai dengan diri sendiri.
Itu jelas modal biar selalu sehat fisik dan sehat fikir.
Btw, soal warna kulit dan bentuk fisik, memang anugerah dari Allah SWT. Jadi kita cukup fokus memperkuat karakter dan niat kita.
Gemes Toto pas rambut nya lebat, hehe
Ko aku gemas dgn pernyataan tetangga mba itu. Kenapa ga dijawab aja, klo mba Nanik -ibunya anak2.
Aku sering denger candaan seperti itu “menikah utk memperbaiki keturunan”, jadi org kaya berlomba2 maunya sama yg good looking
tapi ada benernya juga sih mba, memang ya menikah itu tujuannya mendapatkan keturunan tentu inginnya yang lebih baik lagi kan, lebih mancung misalnya hehehhe
Masih ada saja yang suka salah paham begitu ya? Berarti mereka stalking sosmed nya kurang jiah hihi…
Saya harus banyak belajar nih sama Mbak
Kalau saya mungkin udah mencak-mencak balik nunjuk ke mereka
Hehehe
Jadi tertarik menelisik Hukum Mendel ini mbak hihihihi 🙂 Kadang wajah anak perempuan bisa mirip sekali dengan wajah ibunya, kadang seperti bapaknya. Atau sebaliknya wajah anak laki-laki malah bisa kayak ibu plek banget hahaha 🙂 Anak2ku nih ganti2an kemiripannya. Kata orang kadang kayak aku atau bapaknya tergantung lagi pergi atau deketan sama siapa wkwkwkwkwkkwk 😀
Pokoknya jangan stress, jalani aja dan usaha saja. Nanti ada hadiah terbaik dari Allah buat yang sabar
MashaAllah~
Kak Nanieeek…aku baca literasi biologi kini yaa.. Aku sejujurnya sudah lupa banget bagaimana teori ini bisa berjalan di alam semesta.
Karena sudah tidak terbiasa dengan “putih” atau “gelap”. Karena alasanku selalu sama bukan karena orangtuanya, tapi karena kehendak Allah yang memberikan mereka rupa enak dipandang.
Karena sejujurnya, Ibuku ((sepanjang ingatanku)) gak suka kalau disamain sama Aku.
Dan aku dulu tersinggung banget “Apa aku bukan anaknya, kok sampai Ibu bilang beliau lebih cantik daripada aku?”
Ternyata di akhirnya Ibu mau bilang kalau “Wajah cantik, wajah biasa itu Allah yang beri. Dan walau gak cantik rupawan, tapi Allah memberikan enak dipandang di hadapan banyak orang.”
Meleleeeh kalau inget Ibu bilang begini.
Kini aku mengartikan bahwa wajah itu memang modal awal, tapi yang lebih ditanamkan adalah akhlak yang menjadi karakter masing-masing.
Wallahu ‘alam bishowab.
Mohon maaf, kak Naniek kalau kurang berkenan, hehhee…komenku sekalian curhat karena sesama yang pernah di bully masalah tampilan fisik.
Dulu pas pelajaran Biologi, aku paling seneng kalo udah bahas persilangan, hihi… Ini sedikit ada hubungannya juga dengan probabilitas atau peluang di Matematika, yaa…
Memang kadang ada ciri yang diwariskan ibu ke anaknya, tapi ada juga anak yang mewarisi ciri ayahnya. Aku dulu pengen anakku mewarisi hidung mancung bapaknya, tapi keduanya malah pesek kayak aku. Haha…
Mbak mirip ceritanya. Anak pertamaku dulu bayinya beneran putih- agak sipit- hidung mancung, mirip keturunan Tionghoa. Sementara aku berkulit gelap. Jadi pas pergi berdua dorong stroler atau gendong aku sering dikira pengasuhnya haha, mana aku dulu kurus-kayak masih muda, padahal sudah 29 tahun pas ada dia. Padahal suamiku enggak seterang itu juga kulitnya, meski masih lebih terang daripada aku sih ya..Soalnya, anakku ini plek sama Ibu mertuaku, kalau dipangku ketebak kalau dia cucunya:)
Dan setuju, kalau tujuan menikah untuk memperbaiki keturunan. Maka sah-sah saja kalau jadi pertimbangan kita saat memilih jodoh.
Tujuan menikah memiliki keturunan yang unggul baik fisik maupun psikis ini kece banget.. ditambah keyakinan atas ikhtiar ya.. maka hasilnya usaha tidak akan mengkhianati hasil hehe
Hehe mbak Nanik bisa saja ceritanya
Emang kadang gitu ya, ada saja orang yang mengomentari penampilan fisik kita
Yang penting kita harus tetap percaya diri ya mbak
Haha, Masya Allah Tabarakallah. Senang sekali baca tulisan ini. Sambil senyum dan ketawa. Ada saja ya orang pasti komentar macem-macem. Tapi anak mbak mirip suaminya dan ada yang kolaborasi juga loh. Masya Allah kuasa Allah ya menciptakan manusia. Sungguh bikin berdecak kagum dan memuji kebesaran-Nya.
Pernyataan maupun pertanyaan orang sekitar, baik tetangga atau bahkan keluarga, yang sok iye-sok komen- padahal nyakitin itu emang ngeselin banget sih. Herannya tuh komen bener-bener default yang berasa itu-itu aja dikomenin. Mau anak pertama, kedua, dan seterusnya. Kalau dipikirin, sebel sih pastinya. Udah paling bener deh itu dicuekin, gak usah ditanggapi.
hihi cakeppp kok mbaaa kauak ibunya. anak-anakku juga rata2 mirip bapaknya tapi ya gpp kalau dilihat sekilas masih aku bangettt. kan yang liat orang lain mba. yang penting sehattt
Saya pernah kejadian, kebetulan putri bungsu saya lebih dominan ke ayahnya terutama kulitnya yang hitam manis, eh di kira saya ngasuh anak orang ketika mengantar kakaknya ke sekolah…duh-duh ini anak saya lho tapi meskipun fisik lebih condong ke ayahnya kalau sifat nyaris mirip saya hehehe apalagi kalau lagi ngambek. Kadang suka heran aja ada orang yang suka banget komentar masalah fisik ya.
ya ampun mbak Naniiiik
aku padamu mbake, walau aku tu orang yang anti dibilang gimana gitu ya… jadi kalau aku bawa anak-anak pergi itu aku dandan abeeessss karena ga mau dibilang pengasuh anak-anak (ternyata hatiku tak sekuat hatimu qi qi qi qiiiii)
tenang mbak, dikau ga sendirian, temenku kan suaminya bule, otomatis anaknya guanteng bule gitu, kebayang ga waktu dia gendong anaknya? monggo terjemahkan sendiri *ngakak lagi
Mudah-mudahan si bapak yang nanya tadi baca artikel ini, biar ketabok rasanya ngomong semau maunya sendiri. Semangat mbak, itulah misteri ilahi ketika kita dijodohkan dengan orang yang pas dan pantas untuk diri ini. Biar saja mbak mereka mau ngomong apa yang penting anak-anak ganteng dan cantik ikut nurun dari bapaknya ya. Aku aja seneng lihatnya, semoga jadi anak sholeh sholehah ya sayang
Menurutku, pemikiran mbak Nanik nggak salah kok. Setiap orang memiliki tujuan menikah sendiri-sendiri, yang mana enggak bisa digeneralisasikan, karena sifatnya personal